Mohon tunggu...
Ilham Hanifil Ishom
Ilham Hanifil Ishom Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memelihara Pluralitas Beragama dan Berkeyakinan sebagai Pondasi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

14 Juli 2014   04:10 Diperbarui: 4 April 2017   16:29 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Eksistensi Majapahit ini masa keberadaannya sama dengan masuknya agama Islam di tanah air, pada mulanya pemerintahan pusat Majapahit menolak secara mentah – mentah berkembangnya agama Islam di daerah kekuasaannya. Namun penerimaan masyarakat Majapahit waktu itu lama – kelamaan membuat para penguasa Majapahit pun menerima kehadiran Islam. Beberapa kisah menarik juga pernah terjadi pada masa akhir kekuasaan Majapahit dimana Islam mulai masuk ke Nusantara. Sayid Jamaluddin Ibnu Husein seorang penyiar agama Islam yang mula – mula tinggal di daerah Cepu-Bojonegoro lalu masuk ke pusat ibu kota Majapahit mendapatkan tanah perdikan oleh kerajaan, dikarenakan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengorganisasikan pertanian. Adapula kisah mengenai Sunan Ampel yang mendapatkan gelar Romo Bayan Ampel dari Raja Majapahit, dan pada tahun kematian beliau dipakai sebagai ukuran mengenai Majapahit itu sendiri yaitu sirno ilang tekani bumi (tahun 1400 Saka) (Wahid, 1998; 161). Pemberian gelar oleh Raja Majapahit kepada Sunan Ampel merupakan bentuk toleransi Kerajaan Majapahit terhadap eksistensi Islam yang berkembang pada waktu itu tanpa adanya rasa saling membenci dan curiga.

Semua mengenai kasus rasial diatas seharusnya tidak terjadi bilamana penghayatan dan pengamalan Pancasila dilakukan dengan baik. Sebetulnya secara kontekstual ideologi Pancasila yang berasaskan gotong – royong mengjarkan kita tentang pentingnya rasa pluralisme, rasa toleransi yang diajarkan oleh Pancasila harusnya tidak mengajarkan kita pada anarkisme masyarakat dan timbulnya rasa benci dari satu elemen masyarakat kepada elemen masyarakat yang lain. Seharusnya kita perlu mencontoh apa yang ada pada saat kejayaan – kejayaan Kerajaan besar semacam Sriwijaya dan Majapahit dimana komposisi – komposisi masyarakat amatlah beragam dan diterima dengan baik oleh para raja – raja tersebut.

Fenomena dan dinamika masyarakat majemuk memang sudah sangatlah koheren dengan komposisi penduduk yang ada di Indonesia. Namun, sudahkah kita sebagai masyarakat majemuk itu menerima keberagaman itu sendiri?. Pluralisme merupakan paham yang berusaha menyelaraskan sifat Multiculturalism dimana toleransi dan sikap saling menghargai jadi hal yang utama. Pluralisme menjadi suatu ungkapan/pernyataan yang mengharapkan hidup lebih harmonis toleran dan saling menghormati untuk mempayungi dari berbagai kelompok – kelompok yang berlainan bangsa, agama ,bahasa, termasuk juga kecenderungan politik, orientasi seksual dan pegangan kebudayaan (Furnivall, 1967).

Pancasila dan UUD 1945 sendiri sesungguhnya telah menjamin kebebasan untuk meyakini sesuatu yang diyakini oleh secara individu. Contoh konkritnya seperti berkeyakinan beragama yang secara tegas dijamin oleh Undang – Undang Dasar dan dipertegas oleh ketetapan MPR No II tahun 1978 tentang P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila), serta Penetapan Presiden No 1 tahun 1965. Namun dinamika yang terjadi di masyarakat adalah adanya gesekan konflik yang dipengaruhi perbedaan tersebut (Effendi, 1998; 113)

Lemahnya pemahaman akan toleransi masih sering kita lihat meskipun kata – kata pluralisme sering dielu – elukan. Pertengahan tahun 2011 lalu terjadi pelarangan ibadah oleh pemkot Kota Bogor terhadap jemaat GKI Taman Yasmin yang tentunya jelas – jelas mencederai makna pluralisme yang telah lama dipupuk. Beberapa orang intoleran yang mengaku beragama Islam pun juga mencoba untuk menghalang – halangi para jamaat ini untuk melaksanakan ibadah di Gereja tersebut dengan alasan mengganggu ketertiban warga sekitar. Dari kasus GKI Taman Yasmin bisa kita lihat terdapat pergesekan eksklusivisme diantara umat bergama di Indonesia yang masih ada sampai saat ini, padahal sejatinya tiap agama mengajarkan wacana agama yang inklusif,yaitu agama tersebut harus bermanfaat bagi orang lain meskipun orang tersebut bukanlah pemeluk agama tersebut.

Cara pandang dan kesadaran eksklusifisme tiap – tiap kelompok agaknya harus dikurangi mengingat kemajemukan adalah sebuah keharusan dalam masyarakat modern. Membaur dengan berbagai kalangan akan menciptakan keharmonisan dalam masyarakat khususnya dalam masyarakat yang plural seperti di Indonesia. Agaknya meski pluralisme sering dielu – elukan dan diimpikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, namun pada kenyataannya untuk beberapa orang yang fanatisme dan ekstrimisme keagamaan dan pemikiran tradisionalis tidak menginginkan hal itu. Mereka lebih menghendaki kelompoknya menjadi mayoritas terhadap kelompok yang lain dan memiliki kewenangan yang lebih terhadap kelompok – kelompok yang berseberangan dengan mereka.

Pluralisme Indonesia dan Peranan Islam sebagai Agama Mayoritas

Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa masuknya Islam di Indonesia tidak terlapas dari paham pluralisme yang dilakukan oleh kerajaan – kerajaan Hindu-Buddha. Setelah runtuhnya Majapahit sebagai kerajaan Hindu-Buddha, legitimasi masyarakat yang awalnya dibawah kekuasaan Majapahit berubah menjadi legitimasi dibawah pemahaman Islam yang dibawah kekuasan Kerajaan Demak Bintoro yang secara tidak langsung mewarisi kekuasaan sebagian kecil Majapahit di Jawa. Tidak hanya di Jawa, perkembangan Islam menunjukkan peningkatan yang pesat pada waktu itu. Di Sumatera perkampungan – perkampungan kecil Islam menjadi cikal bakal kota – kota yang akhirnya menjadi pusat – pusat kerajaan Islam, seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh.

Di Jawa terjadi akulturasi budaya antara budaya Jawa dan juga budaya Islam. Akulturasi budaya ini tak terlepas dari sosok Sunan Kalijaga yang menggunakan kebudayaan – kebudayaan Jawa dalam menyiarkan Agama Islam kepada penduduk – penduduk pribumi di Jawa. Penggunaan metode syiar dengan penggabungan budaya (akulturasi) antara budaya Jawa dan Islam ini dimaksudkan agar mudah untuk memikat hati para pribumi agar tertarik mendalami Islam sebagai agama tauhid. Penggunaan alat seperti wayang golek, upacar – upacara kejawen yang dirubah dengan mengedepankan penggunaan asma – asma Allah tampaknya sukses dalam memikat hati orang – orang pribumi ini untuk masuk Islam. Sosok Sunan Kalijaga ini mampu membuktikan bahwa Islam bisa menerima perbedaan dan bersifat fleksibel dalam dakwahnya. Islam mengajarkan bahwa Islam merupakan agama yang Rahmatan lil Alamin dengan mampu berafiliasi dengan berbagai macam kebudayaan. Nilai filosofis yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga inilah yang bisa kita terapkan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai – nilai pluralisme yang bisa kita gunakan dalam hidup berbangsa dan bernegara pada saat ini.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia juga mengalami masa sulit pada percaturan politik dalam negeri. Dalam proses perumusan dasar negara terjadi difusi pemikiran nasionalis sekular (muslim abangan) dengan nasionalis muslim (muslim santri). Kelompok nasionalis muslim menuntut adanya syariat Islam sebagai dasar negara, namun keinginan ini ditolak keras oleh kelompok nasionalis sekular. Namun, ketegangan itu akhirnya mencair ketika organisasi – organisasi sosial Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan organisasi – organisasi besar Islam lainnya tidak mendukung gagasan Islam sebagai dasar negara. Mereka lebih memilih untuk mengakui realitas yang ada bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural yang terdiri dari bermacam – macam agama, etnisitas, kebudayaan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.

Dialog sebagai Jembatan Toleransi Keberagaman Berdasarkan Pancasila

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun