Negeriyangtercintainibarumampu mengumpulkanpajak pada tingkat 13% Produk Domestik Bruto, di mana 0,4% adalah disumbang oleh Pajak dan Retribusi Daerah. Dengan bahasa sederhana dikatakan bahwa baru 13% pendapatan kotorpenduduknegeriinidanhanya0,4%disumbangkan olehPajakDaerahdanRetribusi Daerah.Sungguhsangatrendah,jika dibandingkandengan negara tetangga Malaysia dan Thailand yang tingkatpajaknya adalahsekitar18%PDB, apalagijikadibandingkan dengannegaramajusepertiJepangdan Koreadengantingkatpajaknya masing-masingsekitar28%dan26%PDB.
Indonesia sebagai negarahukumyang menjunjung tinggihakdankewajibanwarganegaratelahmenempatkan perpajakansebagaisalahsatuperwujudan kewajibankenegaraanbagi warganya sebagaisaranauntukikutsertadalampembiayaan penyelenggaraan negaradanpembangunannasional.UUD1945telah menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kehidupan bernegara. Haliniditegaskan dengandiaturnyaperpajakan dalam konstitusi,yaituPasal23AUUD1945yangberbunyi,“Pajakdanpungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang“. DalampenyusunanUndang-Undang bidangperpajakansebagaimana amanatPasal23AUUD1945,pembuatUndang-Undang juga mempertimbangkan sistempenyelenggaraanpemerintahandiIndonesia yangmenganut asasotonomdantugaspembantuansebagaimana diatur dalamketentuan Pasal18UUD1945.Dalamkaitannya dengan pelaksanaan otonomidaerah,Pemerintah Daerahmemerlukansumber danayangcukupbesaruntukmenyelenggarakan pemerintahannyadan pelayanankepadamasyarakat. Sumberdanadimaksudmemegang perananpentinggunamendukung kelangsungan pemerintahan dan masyarakatitu sendiri. Sumberdana tersebut dapat diperolehmelalui peransertamasyarakatsecarabersamadalamberbagaibentuksalahsatu diantaranyaadalah pajak. Pajak sebagaisebuah realitasyangada di masyarakat mempunyai fungsitertentuyaitufungsisebagaialatatau instrumenyangdigunakanuntukmemasukkandanasebesar-besarnya ke dalamkasnegaradanfungsimengaturdanmengarahkan masyarakat kearahyangdikehendakiPemerintah.
Pungutanpajakolehnegara, dapatdikatakan adilapabila dalam pembebanannya mengacupadakemampuanmembayar(abilitytopay) wajibpajaknya.Semakinbesarkemampuanseseorang,semakinbesar pulapajaknya,begitupulasebaliknya.Haltersebutdapat dilihat padajenis pajakpenghasilan, dimanaseseorangataubadan,barudapatdikenakan pajakapabilamempunyai kemampuanmembayar. Agarpelaksanaan pungutan  pajak  dapat berjalan dengan baik, adil, lancar, tidak mengganggukepentinganmasyarakat,sekaligusmembawahasil yang baikbagikasnegarasertamemberikan jaminanhukumbaginegara maupunwarganya,makasegalasesuatunya harusditetapkan dalam peraturanperundang-undangan. KetentuanPasal23AUUD1945selain memberikan dasarhukumbagipemungutan pajakolehnegaraterhadap rakyat,jugasekaligusmengandung dasarfalsafahpajak,yangbersifat memaksauntukkeperluannegara.
Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam PembukaanUUD 1945, PemerintahbaikPusatmaupunDaerah menyelenggarakankegiatanpemerintahandan pembangunanyang dibiayai antaralaindaripenerimaanpajak,termasukpajakdaerahdan retribusidaerah.Pemungutanpajakmerupakanpelaksanaanyurisdiksi pajak (tax jurisdiction atau kewenangan dalam bidang perpajakan) sebagaiatributkedaulatanIndonesiauntukmengaturorangdanobjek yangberadadalamwilayahkekuasaannya (Knechtle,1979;dan Rohatgi, 2005). Yurisdiksi pajak meliputi 3 (tiga) unsur, yaitu (1) regulasi(menyusunUUperpajakan),(2)penerimaan(meminta,secara legaldan faktual, sebagiandaripenghasilandan/atau kekayaanwarga masyarakat untukkeperluannegara),dan(3)administrasi (melaksanakan,mengelola,mengadministrasikan danpenegakan hukum). Secara teori, kecuali disebut dalam konstitusi (De Leon, 1993), kewenangan negarauntukmemajakipersonatauobjekdi wilayahnyatidak terbatas (Knechtle,1979) sepanjangterdapat tax connecting factorsertadiaturdenganUU.Yurisdiksi pemajakan IndonesiatersuratdalamPasal23AUUD1945[semuladalamPasal 23(2)], yang berbunyi‘Pajakdanpungutanlainyang bersifatmemaksa untukkeperluan negaradiaturdenganundang-undang’.Dalamrangka memungut pajakdaerah,termasukPajakHiburan, ataskuasaPasal5 ayat(1),Pasal18,Pasal18A,Pasal18B,Pasal20ayat(2),Pasal 22D, dan Pasal 23A UUD 1945 disusun UU 28/2009. Adapun mengenainorma-normadanpendefinisian istilahsepertisubjekpajak, wajibpajak,objekpajak(10kelompokjasapenyelenggaraanhiburan), dasarpengenaan pajak(DPP),tarifpajak,sanksi,caramenghitung pajak,tempatpemungutan, dikenakantidaknyapajakdimaksudtelah disuratkan denganjelasdantelahmendapat persetujuan atau konsensus darirakyatpembayar pajak melalui parawakilnyadiDPR.Karenadibentuk berdasarketentuan yanglebihtinggi(UUD1945,termasuk Pasal23A)danolehlembaga yangberwenang (lembagalegislatif),makaperaturan perundang-undangan terkait pajaktelah memenuhi asaslegalitasformal,proseduraldankonstitusional sehinggasahdanmempunyai dayalaku/valid(Soeprapto, 2007). Sebagaimana lazimnyaUUpajak,sifatnormahukumperaturan perundang-undangan tersebut adalahheteronoom artinyakewajibanmembayar pajakdatangnya bukandaripembayar pajaktetapidarinegaradandapatdipaksakan, sehingga subjek pajaksenang atautidaksenang harusmemenuhi kewajibanpajak(Soeprapto,2007).
Sumber hukumpajak,menurut DjafarSaidi(2007),meliputi: (1)peraturan perundang-undangan [perpajakan],(2)kebiasaanpraktikperpajakan [yangtelahdijadikanhukumtertulis],(3)traktat[termasuk perjanjian pajak],(4)yurisprudensi [putusanpengadilanmengenaiperkarapajak meliputi sengketapajakdantindak pidana pajakyangtelahmemiliki kekuatanhukumtetap],dan(5)doktrinperpajakan [pendapat ahli hukumpajakdibidangperpajakan]. Objekpajakmerupakan unsur penting dalamhukumpajakmateriil, danmerupakanconditiosinequa non pemungutan pajak karena pajak hanya dapat dipungut jika terdapatobjekatau sasaranpengenaanpajaknya. Objekpajakadalah segalasesuatu[termasukkeadaan, perbuatan danperistiwa]yang denganUUdapatdikenakan pajak(DjafarSaidi,2007).Kata‘dapat dikenakan pajak’bermakna bahwasuatuobjekbolehatautidakboleh dikenakanpajak.Agarlebihbermanfaatbagipenerimaan pajakdan selainitu,penentuan suatuobjekpajakdapatdidahului dengan penelitianolehnegaraataudaerahselakupemegang yurisdiksidan pemungut pajak.MenurutDjafarSaidi(2007),objekyangdapat dikenakanpajakhampirtidakterbatastergantung pembuatUUuntuk menjaringnya sepanjang tidakmelanggarkesusilaan dankesopanan dalammasyarakat. Karenamenyangkut transferdana(dayabeli)dari sektorprivatkesektorpublik,sesuaikonsep revenuejurisdiction,objek pajakterkaitdengankemampuan membayarberupa penghasilan/pengeluaran atauhartawargamasyarakat.
Thuronyi(1996) menyatakan bahwasuatuUUPajakakanlebihefektifjikaperumusan terminologinya penuharti(meaningfull),mudahdipahami(intelligible), terpikirkandenganbaik(wellthoughtout),danterorganisasi rapi(well organized).Selainitu,UUPajakjugaharusunderstandable (mudah dibacadandipatuhidalampelaksanaan), organisatif(sistematika penyusunandankoordinasinya denganUUPajaklainnya),efektif (dapatdilaksanakannya kebijakanyangmenjaditujuanUU),dan integratif(konsistensiUUPajak dengansistemhukumnegaradanstail perumusannya). Dalampraktik,walausalingterkait,beberapakriteria tersebutjugaseringoverlapping.UUPajakberlaku padasemuaorang dan badanatastransaksiharian yang mungkinsecaranasionalhampir tidakterhitung.Karenanya, agardapatdilaksanakan denganmudah danbiayamurahrumusanUUPajakharustepat(precise), mudah dimengerti dansederhana(tidakkompleks) dalampelaksanaannya, namunefektifdalammerealisasikebijakanyangmendasarinya baik berupapenerimaan, denganmemperhatikan kepastian,keadilan, efisiensidankesederhanaan, dantujuanlainnya.Beberapakriteria dimaksud sering berbenturan misalnya kesederhanaan  dengan keadilandankepastian,keadilandenganpenerimaan, ketepatan rumusandengankesederhanaan, dansebagainya.Benturankriteria demikianseringdieksploitasi olehparaperencanapajakdan penghindarpajak. RichardGoode (Bird, 1992)menyatakanbahwa salah satu dimensi politik dalam pelaksanaan UU Pajak adalah fenomena penghindaran pajak   dengan berbagai rekayasanya termasuk adanya‘political powerfull wealthy groups’(yangberhasrat) menghalangi bekerjanyasistempajak.
Dalam praktek perpajakan, perlakuan berbeda terhadap kelompok usahasejenissudahterjadidenganpertimbangan prinsipkeadilan, efisiensi dan efektifitas penerimaan pajak negara. Sebagai contoh adalah perlakuanberbeda yang terjaditerhadapbarang yang dijualoleh pengecerkecildanpengecer besardimanapenjualan pengecerbesar dikenaiPPNsementara pengecer keciltidak.Duausahasejenis (pengecer)diperlakukan berbedaolehperaturanperpajakankarena pertimbangan lainsepertiomset(skalausaha),segmenkonsumen (pembeli),danefisiensidanefektifitasperpajakan.Perbedaanperlakuan yang tidak boleh terjadimenurutsayaadalahduapengecer(retail)yang samabesarnya dikenaipajaksecara berbeda. Contohlainadalah penjual/pembeliprodukhasilpertaniansepertipadi,jagung,sayuran tidakdikenaipajakpertambahan nilai(PPN),sementaraitu penjual/pembeli produkpengolahanhasilpertaniansepertirotikaleng dan kue kejudikenaipajak(PPN).
MeskipunpadadasarnyaNegaradapatmemaksakan pengenaanpajak terhadapobjekapapun,namunsesungguhnyatidakmudahmencari objek pajak yangpotensial,mudah diadministrasikandanberkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H