Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Konflik Identitas Di Sri Lanka

6 April 2014   04:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:01 2354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Pendahuluan

Identitas adalah satu diantara sekian banyak fundamen kemanusiaan yang acapkali menimbulkan konflik. Identitas menjadi isu sentral tiap kali muncul konflik atas dasar ras dan etnis. Para pakar mengatakan bahwa “konflik secara mendasar berbeda dengan konflik kepentingan, karena suatu kepentingan sekalipun dapat didiskusikan, sementara kebutuhan identitas tidak demikian.” Konflik berdasarkan identitas makin mengemuka sejak abad ke-19. Lahirnya kesadaran hak asasi dan glibalisasi memperluas perhatian terhadap konflik.

Akan tetapi sisi yang paling penting adalah konflik yang muncul dalam situasi pasca colonial ketika tiada suatu kekuasaan berwibawa yang mampu menciptakan keamanan dan ketertiban. Ketika suatu masyarakat menggapai kemerdekaan, munculnya keterbelahan mengenai apa yang mesti dirumuskan sebagai aturan dasar suatu negara. Kebanyakan konflik yang lahir di negara semacam ini berdasarkan etnisitas dan agama dibandingkan karena pertentangan kelas. Konflik-konflik seperti ini muncul dalam masyarakat yang terbelah sebagaimana terjadi di Sri Lanka, Bosnia, dan Rwanda.

Akan tetapi tidak ada satu negarapun yang menghadapi konflik identitas menyangkut agama dan etnisitas berdarah-berdarah dan dalam waktu lama seperti yang terjadi di Sri Lanka.  Negara ini dulu merupakan bekas koloni Inggris dan memperoleh kemerdekaan tahun 1948. Hampir 74% penduduk menganut agama Hindu. Sejak kemerdekaan, negara ini menghadapi konflik etnis internal yang terjadi antara mayoritas Sinhala dan minoritas Tamil (Zwier, 1998: 13-14).

Dalam situasi pasca kemerdekaan, Tamil tergeser oleh dominasi mayoritas Sinhala. Kebijakan etnosentris oleh pemerintah yang dikendalikan oleh Sinhala mendorong keinginan memisahkan diri oleh kelompok Tamil.  Konflik ini melahirkan kelompok perlawanan dari kalangan Tamil yang dikenal sebagai LTTE (Liberation of Tigers Tamil Elam) tahun 1972.

LTTE berkembang menjadi kelompok militer yang kuat dan memperburuk konflik. Konflik etnis dan politik ini telah menewarkan puluhan ribu penduduk Sri Lanka, mekasa hampir setengah juta diantaranya mengungsi, merusak bisnis, merusak kekayaan dalam skala masif, dan menghabiskan banyak anggaran (Zwier, 1998: 10). Situasi berlangsung hampir sepanjang 30 tahun hingga LTTE bersedia menyerah akibat keputusan mengakhiri operasi militer oleh Presiden Rajapakse. Akan tetapi masa depan perdamaian Sri Lanka belum pasti.

Faktor Penyebab

Ada 3 faktor penyebab konflik identitas. Ketiga faktor itu dapat dikategorikan sebagai faktor internal, faktor eksternal, dan faktor katalis.

Faktor Internal

Faktor ini berhubungan dengan negara. Faktor internal yang menjadi dasar konflik identitas di Sri Lanka adalah:


  1. Faktor Agama dan Etnik


Faktor ini yang menjadi pendorong utama munculnya konflik di Sri Lanka. Etnis mayoritas Sinhala berbeda bukan saja asal muasal etnis, akan tetapi juga menyangkut Bahasa dan agama jika dibandingkan dengen minoritas Tamil.  Sinhala mayoritas Budha, sekalipun sedikit diantaranya adalah Katolik. Bahasa asli adalah Sinhala. Mereka diperkirakan berasal dari sebelah utara India pada sekitar 2.500 tahun lalu. Mereka menganggap Sri Lanka sebagai wilayah khusus umat Budha, dan percaya bahwa Sidharta Gautama datang ke wilayah ini sekitar abad ke-15 sebelum Masehi. Sinhala memandang Sri Lanka cocok bagi pengembangan agama dan menekan pemerintah bahwa Budha harus dilindungi dan dimajukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun