Penguasa Brunei Darussalam, negara kecil yang kaya minyak di Asia Tenggara, Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Mei 2014 lalu telah meresmikan pemberlakuan hukum pidana Islam di kerajaan itu. Keinginan untuk pemberlakukan hukum pidana Islam itu sendiri telah dipublikasikan sejak Oktober 2013 yang lalu.
Peristiwa itu menjadikan Brunei sebagai satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan hukum pidana Islam secara menyeluruh. Sultan Bolkiah telah memegang tahta absolut sejak tahun 1967 dan menempatkan dirinya sebagai penguasa tunggal. Sebelumnya, ketentuan yang berkaitan dengan kaidah Islam (syariah) telah diberlakukan di Brunei dalam bentuk pelembagaan pengadilan Islam, yang fungsinya terbatas dalam penegakan hukum hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan dan hukum keluarga.
Peresmian itu akan menempatkan sistem hukum Brunei, khususnya yang diberlakukan kepada 2/3 dari 420 ribu penduduk di wilayah itu, serupa dengan sistem pemidanaan yang berlaku di Arab Saudi.
Ketika berbicara dalam konferensi hukum di Bandar Seri Begawan tahun lalu, Sultan Bolkiah menegaskan bahwa pemberlakuan hukum pidana Islam itu merupakan bagian dari bimbingan Allah Swt dan akan menjadi bagian terbesar di sejarah Brunei.
Hukum pidana Islam hanya akan diterapkan kepada penduduk yang menganut agama Islam. Di bawah sistem baru ini, pelaku tindak pidana akan menghadapi ancaman hukuman yang dinilai keras termasuk bagi pelaku pencurian dan tindak pidana seksual terhadap orang di bawah umur.
Pemberlakuan sistem hukum baru itu mewakili pergeseran tegas terhadap pelaksanaan kaidah Islam di Brunei. Di samping itu, seperti dilansir oleh BBC, Sultan Bolkiah mewajibkan pendidikan agama bagi setiap anak-anak penganut agama Islam dan memerintahkan setiap pelaku usaha untuk menutup usahanya ketika memasuki waktu ibadah salat Jumat.
Pemberlakuan hukum itu mengundang reaksi keras dari pemerhati hak asasi manusia Barat. Phil Robertson, Wakil Ketua Divisi Asia Human Rights Watch mengatakan bahwa Brunei telah menampilkan wajah feudal dengan kembali kepada bentuk negara abad ke-18 dibandingkan menyambut dirinya menjadi bagian dari kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan sosial yang tinggi pada abad ke-21 ini. Brunei menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan penuh hukum pidana Islam dalam ketentuan hukum domestic. Tetangga di sekitarnya seperti Malaysia dan Indonesia, menerapkan hukum syariah pada satuan otoritas yang lebih privat, dan berkaitan dengan persoalan pribadi seperti pernikahan dan pewarisan, seperti yang ditempuh Brunei sebelumnya. Di negara bagian Terengannu (Malaysia) dan Aceh (Indonesia) belakangan telah melaksanakan kaidah syariah itu secara penuh.
Mufti Awang Abdul Aziz, pakar hukum di Brunei, membela pemberlakuan hukum pidana itu dengan mengatakan bahwa pemahaman hendaknya tidak sepotong-sepotong dan persoalannya tidak melulu kepada bentuk-bentuk sanksi yang akan diterapkan saja. Telah disediakan persyaratan dan metode yang fair dan adil untuk penerapannya.
Adapula pendapat yang mengatakan bahwa pemberlakuan sistem hukum baru itu akan mempengaruhi industry pariwisata di negara itu.
Pihak lain mengingatkan pula bahwa kemungkinan pemberlakuan sistem hukum baru itu akan bertentanan dengan kultur Melayu dan hakekat Brunei, yang ditinjau dari namanya merupakan negara yang menjunjung tinggi perdamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H