Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Skandal Intelijen Korea Selatan

8 Juli 2013   08:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama pemilihan presiden tahun lalu, sebuah tim agen intelijen Korea Selatan diduga membanjiri Internet dengan beberapa ribu komentar politik, termasuk beberapa komentara yang menggambarkan kandidat berhaluan kiri sebagai simpatisan Korea Utara.

Kemudian, saat skandal terus terpublikasi, drama lain diluncurkan. Agen intelijen bulan lalu mengeluarkan transkrip  yang menunjukkan Presiden (saat itu)  Roh Moo-hyun, seorang liberal, menekan untuk menciptakan zona damai sepanjang perbatasan maritim dipersengketakan dengan Korea Utara pada 2007.

Anggota parlemen dari kalangan Konservatif mengatakan bahwa transkrip tersebut telah membuktikan jika Presiden Roh lebih suka bekerja sama dengan Pyongyang daripada melindungi keamanan. Anggota parlemen dari kalangan liberal, sebaliknya mengatakan bahwa kejadian itu  hanyalah tindakan untuk mengalihkan isu belaka.

Dua peristiwa yang berbelit-belit, tetapi keduanya telah mendominasi berita utama selama berminggu-minggu di Korea Selatan. Kedua peristiwa juga memiliki benang merah: Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS), yang oleh beberapa analis setempat dituding telah berubah menjadi provokator politik, menggunakan kekuatannya untuk  memenangkan kalangan konservatif dan mengembangkan semangat partisan.

Karena memiliki tetangga yang Stalinis, yaitu Korea Utara, maka Korea Selatan telah lama mendefinisikan dirinya penjaga garis Perang Dingin, dengan ideologi politik yang dikaitkan sebagian sentimen seseorang tentang Utara. Namun dalam pemilu 2012, kondisis yang muncul berubah. Pada kampanye, pihak konservatif  yang kemudian terpilih menjadi Presiden, Park Geun-hye dan tokoh liberal Moon Jae-in mempunyai kesamaan visi untuk membantu Korea Utara.  Presiden Park sendiri dalam sambutan pelantikan bersumpah untuk mempersatukan bangsa Korea.

Dalam 6 bulan sejak kemenangannya, janji itu belum terwujud dan kalangan oposisi mengkritik Presiden Park, perempuan Presiden yang pertama di negeri ginseng tersebut,  karena bungkam  tindakan agen mata-mata  Hanya pada bulan yang lalu Park membahas dugaan campur tangan intelijen dalam pemilu tetapi ia juga menyangkal menerima keuntungan dari potensi pelanggaran yang dilakukan oleh aparat tersebut.

“Saya kira persoalan ini tidak akan menimbulkan permasalahan terhadap legitimasi Presiden Park”,  kata Kang Won-Taek, seorang profesor ilmu politik liberal di Universitas Nasional Seoul. "Bagaimana pendapat banyak orang bisa dipengaruhi oleh beberapa posting di internet? Tapi itu benar bahwa itu bukan kejadian yang nyaman untuk Park.”

Dukungan terhadap Presiden Park tetap tinggi dalam jajak pendapat terbaru,  di atas 60%. Tapi kalangan oposisi diParlemen telah menyoroti biaya pemilu, suatu serangan yang bernada mempersoalkan kemenangan Park, dan kelompok-kelompok kecil demonstran telah melakukan aksi  dalam beberapa hari terakhir di kota-kota di seluruh Korea Selatan untuk menuntut investigasi dan respon yang lebih besar dari Park.

NIS, versi Korea Selatan dari CIA, seharusnya tetap netral secara politik. Tetapi aparat kejaksaan mengatakan  bahwa mantan pemimpinnya, Won Sei-hoon, telah diperiksa pada bulan yang lalu atas tuduhan campur tangan pemilu. Pemeriksaan itu telah menghasilkan petunjuk yang mengindikasikan bahwa "pengikut kiri Korea Utara" berusaha untuk merebut kembali kekuasaan di Selatan.  Won kemudian memerintahkan agennya untuk menulis komentar tidak hanya mengkritik lawan Park tetapi juga memuji Park. Won mengundurkan diri tahun ini, setelah bertugas di bawah presiden sebelumnya, Lee Myung-bak. Jika terbukti bersalah, Won akan menghadapi hingga 5 tahun penjara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun