Mohon tunggu...
Isdear Leorinata
Isdear Leorinata Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku hanya manusia biasa Yg tak luput dari rasa bersalah..untuk itu kalau ada tulisan saya Yg kurang berkesan di hati para pembaca mohon di maafkan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan hanya Sejarah Buton yang Terabaikan, Perintis Penulisan Sejarah Buton pun Terabaikan

12 Februari 2011   04:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:41 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada sekitar bulan Juli 2010 begitu santer pemberitaan tentang peluncuran buku berjudu' SEJARAH BUTON YANG TERABAIKAN "Labu Rope Labu Wana" karya Susanto Z. Dalam berita yg mengalir itu, termasuk pidato gubernur Sultra yang dikutip sk RADAR BUTON (23 Juli 2020) kita memperoleh kesan bahwa itulah BUKU SEJARAH BUTON yg pertama kali terbit, dan pak Susanto (meskipun bukan orang Buton) sangat dihargai sebagai "pahlawan" bagi anak-anak Butonyg tengah mencari sejarah masa lalunya.

Tapi ada yg selalu ganjil di mata saya. Setahu sy buku sejarah Buton yang pertama kali ada itu adalah karya Abdul Mulku Zahari berjudul SEJARAH DAN ADAT FIY DARUL BUTUNI, yg diterbitkan Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Depdikbud (1987?). Penulis buku ini mantan pejabat Kesultanan Buton, kolektor dan dokumentator Naskah Buton yg tak ada duanya, sangat tahu siapa2 pewaris dan penghafal sejarah Kesultanan Buton ketika ia menulis, dan dengan modal semua itulah ia menulis. Anehnya, karya "PAHLAWAN PERINTIS PENULISAN SEJARAH BUTON" itu justru diabaikan oleh generasi Buton pada saat ini. Mereka sibuk berdebat dan beragitasi dengan fragmen dan episode2 parsial mengenai sejarah Buton yng dibacanya dari buku sejarah Majapahit atau tulisan bekas penjajahnya Belanda.

Ketika sy sengaja bertanya tentang buku Pak Mulku yg saya anggap terlengkap menulis sejarah Buton itu, banyak yg beranggapan bahwa itu banyak mitosnya, kurang objektif, dan lain2 alasan sebagai penolakan alias pengabaiannya. Yang benar-benar aneh bagi sy justru mereka tak pernah menunuukkan kajian ilmiahnya terhadap buku itu, tak pernah mengutip dan membantah isi buku itu. Mereka malah menerbitkan kompilasi tulisan lain tentang Buton dan sejarahnya, lalu embedah tulisan mereka, tapi tak pernah membedah buku Pak Mulku sang perintis itu. Karya Pak Mulku, PAHLAWAN PERINTIS PENULISAN SEJARAH BUTON justru diabaikan sama sekali oleh generasinya sendiri. Apakah ini satu bukti lagi tentang "egomania" generasi Buton hari ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun