Mohon tunggu...
Iwan Dani
Iwan Dani Mohon Tunggu... Freelancer - Music for humanity

Untuk segala sesuatu ada waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

In Memoriam : Pdt. Em. Arifin Dani (1)

6 Februari 2015   15:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:43 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misteri Jam Tangan Rusak

Minggu, 1 Februari 2015

Jam 07.00 WIB

Saya dan istri menemui ayah saya, Pdt. Em. Arifin Dani (biasa kami panggil Papih) yang sedang dirawat di ruang ICU RS Immanuel Bandung. Kami hendak pulang ke rumah kami di Gading Serpong setelah berada di Bandung sejak hari Jumat malam. Di ruang ICU sudah ada mamih dan adik saya yang menunggui papih. Adik saya menceritakan kondisi Papih semalam menurun, napasnya tambah sesak dan sejak jam 3 pagi papih tidak bisa tidur.

Saya memegang tangan papih dan terasa sangat dingin. Saya sempat memijit-mijit tangannya. Papih masih bisa berkomunikasi, beliau meminta bantalnya dibetulkan posisinya. Suasana hening, kami tidak tahu harus berbuat apa. Mamih kami di ujung tempat tidur memijat kaki papih, dan saya yakin beliau tidak putus-putusnya berdoa. Dokter Santoso yang menangani papih diberi tahu kondisi papih memburuk, namun saat itu belum muncul. Papih baru ditangani dokter jaga ICU.

Tiba-tiba, papih meminta sesuatu yang bagi kami cukup aneh: “Ambilkan jam tangan papih yang di rumah !” Saat itu papih sedang mengenakan masker alat bantu napas sehingga ucapannya tidak terlalu jelas bagi kami. Beliau berusaha keras berbicara. Kami awalnya tidak mengerti apa yang diucapkan tetapi beliau mengulang lagi permintaannya. Adik dan mamih saya bingung dengan permohonan itu, buat apa papih minta jam tangan yang ada di rumah ? Mereka tahu bahwa jam tangan itu sudah lama rusak dan sudah bertahun-tahun tidak dipakai. Mamih saya menawarkan pengganti : jam tangan yang biasa dipakai papih dan masih bagus kondisinya. Tapi papih tidak mau, tetap mau diambilkan jam tangan yang ada di rumah. “Papih tidak tahu waktu. Ambil jam tangan yang ada di lemari!”, katanya. Akhirnya saya mengalah dan bilang kepada papih, “Baik saya ambilkan jam tangannya.” Mamih saya lalu memberi kunci rumah dan kunci lemari papih.

Jam 07.30 WIB

Saya, istri dan anak saya cepat-cepat meninggalkan rumah sakit menuju rumah kami di daerah Cibaduyut. Sesampainya di rumah, listrik mati. Saya cek saklar utamanya tidak ‘njeglek’. Saya menduga sedang padam listrik di daerah Cibaduyut, saya tidak mengecek ke rumah tetangga. Di dalam rumah dengan bantuan cahaya yang remang-remang (saat itu sedang mendung), saya dan istri mencari jam tangan yang diminta papih. Papih juga sempat mengatakan bahwa jam itu ada di samping tumpukan pakaiannya. Tidak susah mencari jam tangan itu karena letaknya persis seperti yang dikatakan papih. Untuk memastikan bahwa jam tangan itu yang dimaksud, saya memfoto jam itu dan mengirimkan ke adik saya via Whatsapp pada jam 07.56.

Percakapan via WhatsApp

Pukul

Saya

Harry

07.56

Kirim foto jam tangan

07.57

“Jamnya yang ini ?”

08.00

Saya telpon Harry karena tdk ada jawaban, tapi tdk diangkat.

08.04

“Bentar papih nya lg di periksa dokter”

08.05

“Iya, jam yg itu katanya”

Setelah mendapat jawaban, kami meninggalkan rumah kembali ke rumah sakit. Di dalam perjalanan saya bermaksud membelikan baterai untuk jam tangan tersebut namun karena saat itu masih pagi belum ada toko jam yang buka. Saya mampir di toko sepatu Diana namun mereka tidak menjual baterai jam tangan.

Jam 08.22

Saya ditelpon Harry untuk segera kembali ke rumah sakit.

Jam 08.40

Saya tiba di rumah sakit dan langsung menuju ruang ICU. Papih sudah tidak sadar dan di tubuhnya sudah terpasang alat bantu nafas ventilator tidak lagi memakai masker namun ada selang yang langsung masuk lewat mulut. Selanjutnya waktu bergerak terasa sangat cepat :

-Adik saya dan suaminya tiba di ICU. Beberapa teman dan perawat juga datang mendampingi kami. Ibu saya meminta pendeta siapa saja yang ada di lingkungan rumah sakit untuk datang berdoa.

-Saya membacakan Alkitab : Mazmur 23

-Pdt. Kristian hadir langsung memimpin doa.

-Saya mengusap-usap kepala papih sambil berbisik “ Papih, apakah papih masih di sini ?”. Bisikan itu saya ulang entah berapa kali..

-Setelah berdoa kami menyanyikan lagu “Nyamanlah Jiwaku (It is well with my soul)”

-Saya melihat air mata di ujung mata papih..

-Alat monitor detak jantung mulai menurun.. dan akhirnya tinggal garis lurus..

-Dokter memeriksa papih dan memastikan sudah tidak ada tanda kehidupan dalam tubuh papih..

-Papih sudah berpulang..

Saya lihat jam di dinding rumah sakit : pukul 09.20..

Saya lihat jam rusak yang saya bawa dari rumah, jam mati itu menunjukkan jam 09.17. Rupanya itulah waktu Papih untuk pulang...


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun