Di Era Orde baru Presiden Soeharto menempatkan beberapa TNI menjadi Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Beberapa daerah itu ada yang harus di pimpin oleh TNI atau oleh sipil, entah apa dasar pemikirannya sehingga beberapa daerah harus dari TNI dan daerah ini boleh dari sipil. Seperti di DKI sebelum Fauzi Bowo (Foke) DKI di pimpin oleh militer. Seingat Saya ada Ali Sadikin, Cokro Pranolo, Suryadi sampai Sutiyoso, setelah itu dua periode berikutnya DKI di pimpin oleh Sipil yaitu Gubernur Fauzi Bowo (Foke), Â Jokowi dan Basuki Tjahaya Purnama. Di Era reformasi inilah militer tidak boleh lagi terjun ke kancah politik. Bila ingin masuk ke politik baju yang dipakainya harus dilepas atau ekstrimnya keluar atau mengundurkan diri sebagai militer aktif. Pangkat terakhir dari mantan Gubernur DKI yang berasal dari militer rata-rata berpangkat Letnan Jendral.
Strategi Soeharto menempatkan TNI aktif menjadi Kepala Daerah memang sangat jitu. Stabilitas politk sangat kondusif, pertumbuhan ekonomi meningkat sampai pernah menuju angka 7% pertumbuhan ekonomi di era kepemimpinan Soeharto, saat ini untuk mencapai pertumbuhan ekonomi ke angka 6% saja sangat sulit.Â
Era reformasi sudah menuju tahun ke 19, tetapi pertumbuhan ekonomi baru di patok 5% saja, itu pun masih terseok-seok. Hampir tidak ada prestasi segemilang ketika di era Soeharto. Anggapan para penggerak reformasi bahwa Soeharto adalah pelanggar HAM, korup dan lain-lain sejuta tuduhan dilontarkan kepada beliau, ternyata saat ini rakyat Indonesia merindukan kepemimpinan beliau. Wajar bila beliau di beri gelar Bapak Pembangunan Indonesia, karena beliau memang ahli strategis dan sebagai Pangkostrad yang pertama. Pangkostrad singkatan dari Panglima Komando Strategis Angkatan Darat. Kecerdasan beliau sebagian diambil dari keahlian  dan pemikiran strategis. Sehingga kepala daerah ada yang harus dipimpin oleh TNI atau sipil ini salah satu strategis untuk menciptakan rasa aman bagi daerah yang di pimpinnya. Salah satu daerah propinsi yang dipimpin berasal dari TNI seperti Jawa Barat, Sumatra Utara, Jawa Timur sampai DKI.
Pilkada DKI salah satu pansangan calon yang berasal dari TNI adalah Agus Harimurti Yudhoyono sebagai TNI aktif berpangkat Mayor harus rela melepas dinas militernya karena ikut  dalam persaingan pada Pilkada DKI tahun 2017. Menurut saya sangat di sayangkan beliau untuk berhenti dari tugas militer, padahal kesempatan untuk mengikuti jejak langkah orang tua beliau menjadi Jenderal sangat terbuka kesempatannya. Namun perhitungan politik atau insting politik SBY punya perhitungan lain, semoga tidak salah. Memang di era reformasi bila TNI aktif yang terjun ke dunia poloitik harus keluar dari keanggotaan sebagai TNI. Di era reformasi juga, tidak ada lagi TNI aktif yang menjabat Gubernur, Bupati dan Walikota semuanya harus menyatakan mengundurkan diri dari jabatan sebagai TNI.
Psikologi politik seandainya AHY terpilih menjadi DKI dengan pangkat Mayor akan memimpin KAPOLDA dan KODAM yang di pimpin oleh seniornya dengan pangkat Mayor Jendral (bintang dua). Politik lain dengan militer tentunya siapapun bisa memimpin daerah, asal terpilih oleh rakyat. Jadi AHY jika terpilih menjadi DKI 1, PANGDAM dan KAPOLDA harus bisa bekerja sama untuk mengelola daerah Ibu kota sebagai Ibu kota Negara.
Melihat situasi politik di DKI saat ini, peluang AHY untuk terpilih sangat besar, karena kasus penistaan agama yang dilakukan oleh petahana begitu menguras pikiran dan ekstra cepat, tenaga yang kuat. Bagaimanapun kasus ini sangat menguras energi pemerintah ibarat buah si malakama di makan mati ema tidak di makan mati bapak. Begitupun dengan kasus penistaan agama oleh petahana bisa berakibat lebih gawat lagi, sesuatu yang tidak diharapkan bagi negeri ini, bila tidak di kelola dengan baik. Sehingga apapun caranya AHY bisa menangkap peluang, untuk terpilih menjadi DKI 1. Informasi dari lembagai survey posisi ketiga pasangan calon berurutan 22% untuk AHY, 32% untuk BTP dan 20% untuk pasangan Anies.
Berdasarkan uraian diatas, maka saya berkesimpulan bahwa DKI akan kembali dipimpin oleh Gubernur yang berasal dari TNI. Bukan hanya perkiraan tetapi tim sukses harus bisa memngambil peluang dari situasi yang saat ini terjadi di DKI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H