"Tidak ada kedamaian tanpa toleransi, tidak ada toleransi tanpa memahami perbedaan." -- Dalai Lama
Ekskursi lintas agama ke pesantren membuka cakrawala baru bagi saya tentang arti toleransi dan penerimaan antaragama. Selama tiga hari dua malam, saya dan teman-teman merasakan langsung kehidupan di Pondok Pesantren Kebon Jambu Cirebon. Di tengah padatnya kegiatan bersama para santri, kami disambut hangat dan diajak untuk merasakan kehidupan yang jauh dari kebiasaan sehari-hari kami. Ini bukan hanya sekadar perjalanan pendidikan, tetapi sebuah pengalaman mendalam yang membuat saya semakin menghargai keberagaman.
Jika di sekolah Katolik kami sudah terbiasa dengan nilai-nilai spiritual yang dibingkai dalam tradisi kami sendiri, di pesantren saya menyaksikan bagaimana nilai-nilai serupa dihidupkan dengan cara yang berbeda. Kami belajar bersama para santri, mulai dari kelas Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Penjas, hingga Akhlak. Suasana kelas yang seru dan dinamis mencerminkan semangat belajar mereka. Perbedaan agama tidak menghalangi kami untuk merasa diterima dan berbaur dalam kebersamaan yang autentik. Perbandingan ini memberi perspektif baru tentang bagaimana toleransi bukan hanya sekadar konsep, tetapi juga praktik nyata yang melibatkan rasa saling menghargai dan keterbukaan.
Bayangkan suasana saat kami duduk bersama dalam lingkaran, berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari. Para santri berbagi kisah tentang rutinitas mereka, bangun sebelum subuh, mengikuti jadwal mengaji, hingga bekerja bersama untuk mempersiapkan kebutuhan sehari-hari. Kegiatan ini mengajarkan saya tentang rasa syukur atas kenyamanan yang sering kita anggap remeh. Mereka hidup dalam komunitas yang erat, saling mendukung dan berupaya mencapai tujuan bersama. Ilustrasi ini memberi gambaran konkret tentang nilai kerja keras dan disiplin yang saya pelajari dari para santri, sekaligus menyadarkan saya akan keberkahan hidup yang selama ini saya miliki.
Contoh lain dari pengalaman yang membuka wawasan saya adalah saat kami mengikuti ibadah dan kegiatan mengaji mereka. Meskipun berbeda keyakinan, kami diberi kesempatan untuk mengamati dan memahami makna yang mendalam dari kegiatan tersebut. Tidak ada jarak yang memisahkan; justru kami menjadi semakin dekat. Para santri dengan terbuka menjawab pertanyaan-pertanyaan kami, menjelaskan apa yang mereka yakini dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti. Hal ini membuat saya semakin sadar bahwa meskipun berbeda agama, kami memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kedamaian dan kebaikan.
Ekskursi ini memperlihatkan betapa pentingnya toleransi sebagai jembatan penghubung antaragama. Saya merasa pengalaman ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya saling menghargai perbedaan dan menghormati keyakinan masing-masing. Setiap interaksi, baik dalam diskusi kelas maupun kegiatan harian, mengajarkan kami tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan, bukan pemisah. Saya berpendapat bahwa pengalaman lintas agama seperti ini seharusnya diperbanyak agar generasi muda semakin terbuka dan dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis.
Kehidupan di pesantren bisa diibaratkan sebagai sebuah roda besar yang terus berputar. Setiap santri adalah bagian dari roda itu yang menjalankan perannya agar roda bisa berputar dengan baik. Dengan ritme yang disiplin dan kerja sama yang kuat, para santri menunjukkan bagaimana kerja keras dan kebersamaan bisa menjadi landasan hidup mereka. Bagi saya, pesantren bukan hanya tempat belajar, tetapi juga komunitas yang mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan. Kehidupan yang tertata di pesantren memberi saya gambaran tentang bagaimana keberagaman bisa berjalan selaras jika kita memahami peran masing-masing.
Di balik segala aktivitas padat dan rutinitas yang disiplin, saya menyaksikan kehidupan yang penuh dengan rasa syukur dan saling mendukung. Para santri hidup dalam kebersamaan dan saling membantu satu sama lain, tak peduli latar belakang mereka. Hal ini mengajarkan saya tentang arti kebersamaan dan kepedulian yang mendalam. Tidak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah; semua berperan sebagai keluarga besar yang saling menjaga. Pengalaman ini membuat saya semakin bersyukur atas hidup yang saya jalani dan semakin menghargai setiap individu tanpa memandang perbedaan.
Ekskursi lintas agama ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Saya merasa bersyukur dapat merasakan kehidupan di pesantren dan belajar banyak dari para santri tentang makna kebersamaan dan kerja keras. Melalui pengalaman ini, saya menyadari bahwa meskipun kita berbeda keyakinan, kita semua memiliki tujuan yang sama, yaitu hidup dalam kedamaian dan saling menghormati. Kegiatan ini menanamkan kesadaran bahwa toleransi bukan hanya tentang menghargai perbedaan, tetapi juga tentang memahami bahwa setiap orang memiliki perjalanan dan cara yang berbeda dalam mencapai kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H