Â
Mudik menjadi produk kultur khas Indonesia yang unik sekaligus spektakuler. Tidak ada negara di dunia yang memiliki tradisi mudik dg follower aktif dlm order puluhan juta jiwa. Dirilis Kementerian Perhubungan mudik diikuti sekitar 25 juta jiwa di 2016. Bagaimana di 2017, sepertinya akan smakin meningkat.Â
Manusia modern mungkin heran dg pemudik sbg pribadi yg naif, dan tidak futuristik. Secara alami, manusia memiliki eksistensi yg hidup di masa kini dan satu2nya pilihan adalah pasti bergerak dinamis ke masa depan. Bagaimana sebuah kultur klasik dan kuno yg bernama mudik, yg lekat dg masa lalu, kok ternyata diminati bahkan diamini oleh puluhan juta jiwa sebagaimana produk smartphone terbaru yg sll diburu dan digantikan kecanggihan dan kehebatan nya.
Manusia modern yg hidupnya tenggelam dlm rutinitas fisik dan material, bisa jadi memandang mudik sebagai problem sosial akut akibat dari ketidakmampuan manusia melepaskan diri dari masa lalunya. Tidak rasional, bagaimana bisa manusia dg jumlah mencapai puluhan juta jiwa harus melakukan suatu perjalanan ke masa lalu baik melalui darat, laut dan udara atau kombinasinya dg pengorbanan harta, tenaga bahkan jiwa. Hal yg ikonik sekaligus ironis.. mencari hal dan masalah, sama sekali tidak mencerminkan gaya hidup manusia modern, yg efektif, efisien dan serba praktis.
Secara filosofis, mudik adalah sebuah perjalanan mahakarya seorang anak manusia. Perjalanan tanpa batas. Seluruh aspek kemanusiaannya bergerak, segenap jiwa raga indera melintas dimensi yg lebih tinggi dr ruang waktu. Analogi dalam ajaran Islam, mudik bs diibaratkan perjalanan Ibadah Haji sbg rukun islam paripurna, setahun dlm siklus kehidupan perantauan, tdk lengkap tanpa menjalani ritual mudik. Tdk lengkap status perantau, tanpa diselingi ritual mudik. hehehe...
Di dalam tradisi mudik, ada empati yg melekatkan, ada telepati yg mempercepat keharmonisan, ada aspek transportasi jiwa raga yg mesti dipersiapkan dan dipertahankan dan yg canggih adanya teleportasi yg melengkapkan.
*Empati mudik*
Mudik penuh haru biru. Betapa tidak, ketika dlm rentang waktu yg bersamaan, lautan manusia bergerak dlm arah yg acak menuju kampung halaman, menuju haribaan dimana masa kecil dibesarkan, kembali mendekap erat pangkuan orangtua.
Dalam globalisasi dan modernisasi pd dasarnya tingkat kompetisi diseluruh aspek kehidupan begitu rumyamnya, shg pergerakan acak manusia menuju tempat beraktualisasi, eksistensinya seringkali menjauh dr kehidupan masa kecilnya, orangtua, sanak saudara, teman bermain dan tetangga. Demikian juga alam sekitar, tempat2 bermain, dan rumah yg telah menemani dan menaunginya selama itu. Rasa kebersamaan, saling memiliki dan berbagi baik d keadaan susah dan senang yg dimiliki di masa lalu, sangat di rindukan. Itulah empati mudik.
Rindu dendam akan segera terluap mendekat masa mudik. Handphone menjadi penghubung yg efektif menyelaraskan rasa2 kekeluargaan, ada empati, simpati diantara sgala peristiwa yg memisahkannya diantara waktu yg tercerabut. Hal tersebut sekaligus menjelaskan kenapa ada gairah dan semangat luarbiasa dr pemudik saat menuju tanah kenangan, Ombak tinggi lautan bukan rintangan, Petir menggelar di ketinggian bukan halangan, dan panas terik aspal jalanan diabaikan.
Suasana kemacetan, keresahan akan semrawutnya jalanan yg live disiarkan televisi akan dapat dirasakan oleh sanak saudara yg dikampung. Yg melihat dan mengikuti pergerakan mudik, dpt merasakan sampai dalam hati, bagaimana perjuangan mudik tdk lah sesederhana yg dirasakan, dan tdk sekompleks yg dipikirkan.
Itulah empati mudik. Kehadiran empati dlm mudik amat diperlukan karena bs menjadi pendorong saling menghargai dan menempatkan orang lain sama berharganya dg diri sendiri.