Berawal dari kisah Aisyah (Claudya Chintya Bella), seorang sarjana pendidikan muda dari desa kecil di daerah Ciwidei, Jawa Barat yang memperoleh kesempatan untuk mengajar di daerah Atambua, Nusa Tenggara Timur. Aisyah bercita-cita mengabdikan hidupnya menjadi seorang Guru yang bersahaja dan mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
Sempat ditahan ibunya (Lidia Kandouw) yang mengkuatirkan hidup di tempat yang sangat jauh dan berbeda kultur dari kampung halamannya. Karena Aisyah harus menempati wilayah yang mayoritas beragama Katolik.
Dari awal masalah pun muncul sejak kedatangan Aisyah di desa Derok, TTU dekat Atambua, ia yang seorang muslimah berhijab terasa asing di tempat tersebut. Banyak masyarakat yang salah paham dan mengira bahwa Aisyah adalah seorang Suster Maria karena mirip dengan hijab suster Katolik. Disambut dengan nyanyian tarian budaya masyarakat setempat, kepala dusun (Deky Liniard Seo) kemudian mengatakan "Selamat datang Ibu suster Maria", lalu Aisyah jatuh pingsan.
Pingsannya lebih disebabkan fisik yang terkuras selama perjalanan yang berat menuju kampung bukan karena dipanggil Suster Maria. Kekagetan-kekagetan berlanjut ketika siuman menjumpai patung bunda Maria di kamar, hidangan makanan babi karena ketidakfahaman penduduk setempat.
Di sebuah kampung yang amat terpencil, tanpa listrik dan tanpa sinyal internet atau telepon, memaksa Aisyah harus bertahan dengan keadaan seadanya bahkan akses air bersih pun sangat sulit didapatkan.Â
Butuh perjuangan dan sikap pantang menyerah bagi Aisyah untuk melewati hari-harinya di dusun Derok, ditambah dengan ruang lingkup religius berbeda menimbulkan konflik yang lebih disebabkan kesalahfahaman Lordes (Agung Isya Almasie Benu) sebagai murid sekaligus tokoh antagonis atas informasi dari pamannya yang preman. Namun Aisyah tetap bersikeras dan bertekad untuk terus mengajar serta memperbaiki kualitas pendidikan di daerah tersebut.
Di dalam film ini memaparkan keadaan secara realistis bagaimana wajah pendidikan indonesia di daerah terpencil Indonesia. Karakter Aisyah di dalam film menunjukan sosok Guru yang nasionalis, survivor, serta pengabdian diri yang benar-benar sungguh dari hati mengabdikan dirinya untuk pendidikan di daerah terpencil agar lebih baik, tidak peduli walaupun masalah ras dan agama masih menjadi suatu permasalahan yang kental di masyarakat sekitarnya.
Solidaritas SosialÂ
Solidaritas sosial sangat menonjol diberkan oleh tokoh-tokoh lokal dalam film ini, terkait dengan adaptasi Aisyah menjalani kehidupan sebagai seorang muslin di tengah-tengah masyarakat Katolik.
Pedro (Ari Kriting) berkarakter suka menolong dengan tulus, dan memiliki rasa simpati. Kepala Dusun yang baik dalam ucapan dan sikap, bijaksana serta toleran dan ibu Kepala Dusun (Agustina Tosi) yang memiliki karakter baik, penyayang dan murah hati. Siku Tavares (Dionisius Rivaldo Moruk) murid yang sangat menyayangi ibu guru Aisyah, mempunyai rasa empati yang cukup tinggi, perhatian, baik hati dan sopan.