Indonesia bercita-cita untuk menjadi negara maju dan sejahtera pada tahun 2045, lebih tepatnya dikenal sebagai Indonesia Emas 2045. Berbagai perubahan diperlukan untuk mencapai cita-cita ini, termasuk pada sektor pendidikan. Pendidikan saat ini telah memasuki era baru dengan konsep Merdeka Belajar, yang menuntut siswa untuk focus pada penguasaan berbagai bidang ilmu, sehingga mereka dipersiapkan menjadi lulusan yang memiliki kapabilitas berwawasan global guna menghadapi perubahan global, lebih tepatnya ialah Kurikulum Merdeka (Faiz & Purwati, 2021).
Kurikulum Merdeka merukapan kurikulum baru yang di kembangakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) melalui kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim. Kurikulum ini merupakan gagasan transformasi dalam bidang pendidikan di Indonesia untuk mencetak generasi unggul di masa depan (Angga & Suryana & Nurwahidah & Hernawan & Prihantini, 2022). Program kurikulum ini bertujuan untuk menjadikan pembelajaran lebih bermakna tanpa menggantikan program yang sudah ada, melainkan memperbaiki system yang ada (Daga, 2020).
Manfaat utama dari Kurikulum Merdeka adalah memberikan kebebasan kepada sekolah, guru, dan siswa untuk belajar dengan cara yang inovatif, mandiri, dan kreatif (Nyoman & Jayanta & Ngurah & Agustika, 2020). Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran yang ingin mereka pelajari. Dengan adanya kebebasan ini, siswa menjadi lebih termotivasi dan percaya diri dalam mengembangkan keterampilan mereka. Kebebasan ini juga tidak hanya meningkatkan prestasi akademik siswa, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan di luar kurikulum formal, seperti keterampilan sosial, kewirausahaan, dan berbagai keterampilan praktis lainnya. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar untuk memperkuat pendidikan dan menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan global.
Setiap kebijakan baru pasti menghadirkan berbagai problematika, termasuk Kurikulum Merdeka. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra yang saling melengkapi satu sama lain. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim merancang konsep ini untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada agar siswa tidak mengalami penurunan kualitas. Merdeka Belajar hadir dengan konsep kebebasan dalam belajar, yang dipengaruhi oleh pemikiran John Dewey bahwa manusia harus selalu mengikuti perkembangan zaman, termasuk dalam bidang pendidikan. Konsep ini juga terkait dengan pendidikan seumur hidup yang berarti pendidikan harus terus berkembang untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain (Achya, 2018).
Namun, dalam penerapannya, Kurikulum Merdeka menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya pemahaman guru dalam Menyusun dan menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Merdeka Belajar, kurangnya inovasi guru dalam proses pembelajaran, serta kurangnya kemampuan guru dalam mengembangkan kreativitas siswa sesuai yang diharapkan. Selain itu, fasilitas sekolah yang belum memadai dan kompetensi guru yang belum mencukupi juga menjadi tantangan yang harus diatasi.
Dengan demikian, meskipun penerapan Kurikulum Merdeka diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi pendidikan di Indonesia, masih terdapat berbagai problematika dan tantangan yang perlu dihadapi bersama-sama oleh semua pihak terkait. Semua pihak harus bersama-sama membangun dan menyukseskan sistem baru ini untuk mencapai kesuksesan yang diharapkan. Kurikulum Merdeka dirancang untuk menemukan jati diri pendidikan Indonesia, sehingga tidak ada lagi istilah "ganti menteri, ganti kurikulum". Meskipun berbagai upaya terus dilakukan, tidak mungkin menutupi semua problematika yang ada.
Dengan diberlakukan Kurikulum Merdeka ini, guru perlu mengikuti pelatihan yang mencakup pengembangan kurikulum, pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan penilaian berorientasi pada hasil. Pelatihan ini juga harus melibatkan guru dalam proses pengembangan kurikulum dan memberi mereka kesempatan untuk berbagi pengalaman serta praktik terbaik. Dan sertifikasi guru harus disesuaikan dengan Kurikulum Merdeka untuk memastikan bahwa guru memiliki kualifikasi dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengimplementasikan kurikulum tersebut serta memberi penghargaan pada pengalaman dan praktik terbaik dalam mengajar. Selain itu, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, sosial, dan teknologi yang sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka, termasuk kemampuan merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, serta penggunaan teknologi dalam mendukung pembelajaran.
Secara keseluruhan, Kurikulum Merdeka ini memiliki inisiatif pendidikan yang menarik untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Dengan memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar dan memilih minat serta bakat mereka, Kurikulum Merdeka berpotensi menghasilkan masyarakat yang lebih berkualitas dan mandiri. Meskipun tantangan masih ada, akan tetapi dengan dukungan dari semua pihak, Kurikulum Merdeka akan menjadi sistem pendidikan yang efektif guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pengembangan terus-menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Dengan demikian, Indonesia dapat mencapai tujuan menjadi negara yang maju dan sejahtera pada tahun 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H