Mohon tunggu...
Iryun Trianawati
Iryun Trianawati Mohon Tunggu... -

BE +

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesederhanaan Titik

27 Oktober 2015   10:32 Diperbarui: 27 Oktober 2015   11:20 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belajar dari sebuah simbol "TITIK". Satu langkah yang diambil dari sebuah pena untuk dicoretkan dalam lembaran kertas. Tidaklah perlu menghabiskan banyak tinta dan tidak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk memberikan simbol yang ada. Namun.....taukah kamu??titik itulah yang menjadikan kita berhenti. Berhenti sejenak ataukah berhenti selamanya. Itu semua akan bergantung pada kita yang memakainya. Seolah memandang dari sebuah kesederhanaan, dari sebuah hal-hal yang kecil didalam kehidupan.

Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dari yang lainnya. Namun,terkadang kesempurnaan itu membuatnya manusia lupa akan segalanya. Dengan kesempurnaan, manusia akan bisa berbuat apa yang mereka hendaki. Ataukah hal itu tidak berbuat jahat kita kepada Tuhan ketika menggunakan kesempurnaan tidak pada semestinya. Mengapa kita tidak diciptakan sebagai makhluk lain yang jauh lebih tidak sempurna. Terkadang kita akan berontak untuk sebuah pola kehidupan. Pola kehidupan yang tidak sesuai kita inginkan, justru akan membuat kita menajdikan hal itu sebuah permasalahan.

Ya.....singkat cerita "Aku mengganggapnya menjadi masalah. Ketika aku mempunyai sebuah teman yang mungkin dia menyayangiku. Kita belum lama kenal, kita bersama, kita berjalan disertai rasa sayang. Namun pada akhirnya kita berpisah, berpisah karena kita mempunyai tujuan kehidupan masing-masing (Pernikahan). Aku capek ketika itu semua hanya sebuah permainan. Dia seakan mempermainkan, bahkan semuanya bungkam ketika ditanya sebagai tujuan kehidupan.

Sebuah titik mengajariku untuk berhenti. Berhenti ketika tidak cukup sanggup lagi untuk melanjutkan untaian kalimat yang mungkin akan ditulis dari sebuah pola kehidupan. Mestinya tidak akan berhenti jika aku akan merangkainya dalam sebuah cerita indah. Berfikir lebih positif itu hal yang aku rasakan dari semua ini. Aku berhenti untuk memutuskan menikah dengan orang lain. Bukan karena aku tidak menyayangi temanku itu. Aku tulus berteman dengan dia. Tapi aku juga ingin bahagia. Aku tidak mau menjadikan hal itu menjadi sebuah masalah yang berlebih untuk itu.

Tak banyak tenaga untuk menjadikannya berhenti. Layaknya simbol titik yang diteteskan dari sebuah pena. Sederhana dan menjadikannya lebih berarti. Yakinlah, semua yang digariskan Tuhan akan lebih baik dari yang kita rencanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun