Dalam pemberdayaan juga tidak melulu ber objek kepada masyarakat tetapi kepada penyelenggara pemerintahan (struktural) yang mana berfungsi sebagai regulator dan katalisator untuk mendukung peran aktif lintas dinas dan terwujudnya pengembangan tersebut secara objektif dan berkesinambungan
Kewajiban Pembiayaan Sampah
Dalam pengelolaan sampah wajib menggunakan sistem desentralisasi atau dalam bunyi Undang-Undang adalah pengelolaan sampah dari pusat timbulannya, seperti kawasan industri, kawasan pemukiman, kawasan khusus, kawasan sosial dan kawasan komersil bukan menggunakan sistem sentralisasi yang sampah gelondongan tanpa terpilah dari kawasan itu dibawa ke TPS/3R atau TPA (Baca permen PU no 3).Â
Dengan sistem desentralisasi berarti butuh sarana dan prasarana yang sesuai dengan objek kawasan tersebut yang tidak bisa diperlakukan sama rata. Bukan, bukan seperti itu mengurus sampah.Â
Kawasan yang merupakan kawasan umum dan tidak memiliki manajemen dari badan usaha ialah kawasan yang pembiayaannya sepenuhnya ditanggung Pemerintah kecuali masuk kategori sebuah usaha, kawasan yang merupakan kawasan tidak umum dan dimiliki oleh manajemen badan usaha, maka pembiayaannya sepenuhnya di tanggung badan usaha itu sendiri dengan mekanismenya.
Tugas pemerintah adalah monitoring dan evaluasi, sebagai regulator dan katalisator dalam mewujudkan tata kelola sampah yang sesuai regulasinya( baca: BLUD ) bukan sebagai eksekutor kecuali dalam keadaan tertentu.
Pembiayaan sampah pada hakekatnya adalah kewajiban perusahaan kemasan, makanan, minuman, bahan baku kemasan( Ori ), importir barang jadi bukan sepenuhnya kewajiban pemerintah yang memberikan sapras karena pemerintah tidak menciptakan kemasan atau sampah tetapi pemerintah menciptakan manajemen atau aturan, ya walau dalam aturan lain ada sebagian kewajiban pemerintah.
Mekanisme Alur Manajemen
Dalam konteks pemberdayaan, pembiayaan dan objektifitas dalam bicara sampah tidak bisa dengan versi sendiri-sendiri tetapi wajib sesuai aturan dan substansi aturan itu kecuali, dalam metode pelaksanannya yang memang perlu di sesuaikan dengan kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.Â
Hal-hal itu semua yang di atas di butuhkan intelektual yang baik untuk menyinkronkan berbagai aturan vertikal seperti undang-undang no 18 sampai peraturan bupati dan undang-undang horizontal seperti undang-undang CSR, KUHP, tata ruang, pariwisata, pertanian, industri, PU dan lain-lain.Â
Pokok persoalan yang terjadi adalah banyaknya oknum penguasa dan pengusaha yang tidak mau aturan itu berjalan, tidak mau memberikan hak masyarakat di tambah oknum-oknum LSM dan wartawan yang lebih memilih kepentingan pribadinya terpenuhi daripada kepentingan masyarakat untuk menegakan pilar demokrasi (Baca UU Organisasi masyarakat dan jurnalis).