Pada hari Minggu sore, aku di ajak untuk menemani Buya Riki mencari tempat yang sejuk bertujuan supaya pikirannya tenang dan fokus untuk menulis.Â
Menurutku, tempat yang sejuk "natural" akan mempengaruhi psikologi manusia dalam berpikir kendatipun ia juga merenungkan ciptaan tuhan yang kuasa.
Aku baru pertama kali ke tempat itu, sebuah tempat rekreasi yang cukup jauh dari kota dengan jalan yang cukup memprihatinkan untuk sampai kesana. Namanya Aranka Tempasan.
Tibalah aku di Aranka, mataku di sambut dengan petakan-petakan sawah yang baru ditanami padi dan pohoh-pohon kelapa yang menjulang tinggi di sekelilingnya.
Tempat yang begitu asri tanpa polusi, dengan suara air sungai mengalir begitu merdu dan kicauan burung yang memberikan syahdu.
Arankan merupakan kedai dan villa tempat orang menikmati segelas kopi hitam tanpa gula dan melepas lelah karena pekerjaan.Â
Sementara Tempasan adalah mata air yang memberikan kesejukan pada tumbuh-tumbuhan petani juga wisatawan. Mensyukuri kekayaan alam merupakan cara manusia berterimakasih kepada tuhan.
Ironisnya, di tempat mata air tersebut terdapat tumpukan pasir yang sudah di gali. Jika kita berpikir dalam jangka panjang dampak galian itu akan berdampak buruk kepada para petani dan memungkinkan wisata tersebut tertutupi oleh pasir.
Karena kerakusan manusia yang tidak hirau terhadap batasan-batasan akan membuat kerusakan di muka bumi ini. Bukan hanya dia yang mengalami sendiri melainkan mahluk hidup di sekelilingnya pun terkena.
Jadi untuk mencegah perbuatan manusia rakus seperti itu, maka pemerintah daerah harus ketat dalam melihat dampak galian tersebut demi kepentingan masyarakat setempat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H