Tulisan ini saya mulai dengan mengutip sebuah kisah tentang tugas yang diberikanseorang Profesor di kepada sekelompok mahasiswanya untuk mewancarai, menyelidiki lingkungan dan latar belakang dari200 anak lelakiberusia 12 sampai dengan 16 tahun di sebuah daerah kumuh dengan kejahatan yang cukup tinggi serta kemudian meramalkan kesempatan mereka untuk masa depan.
Setelah para mahasiswa melakukan tugasnya dengan mewancarai anak-anak lelaki tersebut dan mengumpulkan banyak data, mereka menyimpulkan bahwa 90% dari anak-anak lelaki tersebut akan menghabiskan beberapa waktu mereka di dalam penjara.
Dua puluh lima tahun kemudian sekelompok mahasiswa diberikan tugas untuk memeriksa ramalan itu. Mereka kembali ke kawasan kumuh tempat tinggal anak-anak lelaki yang diselediki dulu. Dari 200 anak lelaki, mereka masih menemukan 180 orang yang tinggal di tempat tersebut, beberapa yang lain telah meninggal dunia dan ada yang telah pindah. Mereka menemukan ternyata hanya ada empat orang para lelaki tersebut yang pernah di penjara.
Sungguh mengagetkan, mengapa para lelakai yang tinggal di kawasan kumuh dengan kejahatan yang cukup tinggi, memiliki rekam jejak yang baik?. Ternyata setelah mewancarai kembali para lelaki tesebut mengapa fenomena tersebut dapat terjadi, jawabnya “ada seorang guru, yang memberikan pengaruh yang luar biasa kepada mereka“.
Dengan memperhatikan kisah tersebut, betapa besarnya jasa seorang guru dalam membantu perkembangan dan membentuk kepribadian seorang anak.Guru mempunyai peran serta fungsi sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing, model dan teladan serta pendorong kreativitas.
Tetapi, tidak dapat dipungkiri masih banyak guru yang tidak pantas untuk digugu dan ditiru. Contoh kongkret dapat kita amati dan rasakan di sekolah kita sendiri. Sikap dan perbuatan yang tidak sesuai peran dan fungsi sebagai guru tersebut diantaranya:
1.Gurunya kalau datang (datangnya pun telat), cuma masuk sebentar terus mengasih catatan atau memberikan tugas. Siswa disuruh mencatat atau mengerjakan tugas, gurunya keluar ngobrol dengan guru lain, ke kantin atau belanja ke pasar atau mall.
2.Guru mencemooh atau melukai perasaan siswa dengan kata – kata kasar yang keluar dari mulutnya atau memberikan hukuman yang tidak pantas kepada siswa-siswa yang tidak memenuhi kreterianya, terutama untuk siswa yang berkemampuan rendah yang belum bisa menguasai pelajarannya atau bermoral kurang baik.
3.Guru dalam mengajar hanya melakukan urutan proses sebagai berikut: memberitahu konsep/prinsip materi yang diajarkan, memberikan contoh, memberikan latihan untuk dikerjakan dengan berkelompok, kemudian memberikan tugas atau PR.
4.Guru tidak sadar dan sabar saat proses pembelajaran, sehingga terkadang memberitahukan jawaban langsung terhadap materi yang mestinya harus diobservasi atau ditemukan oleh siswa sendiri.
Dengan beberapa kondisi di atas sungguh miris pendidikan kita, walaupun sudah adanya tuntutan perbaikan kualitas dan reward yang diperoleh seorang guru dengan munculnya UU no 14 tentang guru dan dosen, tunjangan sertifikasi yang diterima guru serta kurikulum yang mengakomodir, tetapi kalau belum disertai perubahan sikap dan cara mengajar dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai guru apalah gunanya.
Kesadaran untuk memperbaiki diri dan sikap tanggung jawab adalah dua hal yang penting untuk berubah kembali ke peran dan fungsi sebagai seorang guru. SADARLAH … SADARLAH … SADARLAH.
“Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H