Saya terlanjur mencap film-film Korea hanya bergenre drama percintaan yang cenderung melankolis. Tapi ketika secara tanpa sengaja melihat thriller film horor Korea yang sukses di pasaran Amerika sebagaimana film Indonesia The Raid, dan mendapat rating tinggi dari kritikus film Amerika, saya penasaran juga pengen nonton film yang berjudul Train to Busan ini.
Begitu dapat informasi film tersebut sudah diputar di Jakarta, maka saya menyempatkan untuk menonton. Film ini bercerita tentang sebuah kereta listrik cepat dari Seoul ke Busan. Ketika kereta akan berangkat, stasiun kereta tersebut diserang dan dikuasai oleh sekelompok zombie. Ada zombie yang berhasil naik ke atas kereta dan menyerang penumpang lain. Penumpang yang kena gigit pasti akan terinfeksi dan bermetamorfosa menjadi zombie pula.
Akhirnya kereta itu penuh oleh zombie yang ganas dan bahkan membunuh masinis kereta tersebut serta orang-orang yang di dekat zombie. Tanpa masinis kereta tersebut, para penumpang yang ada harus berjuang untuk melawan para zombie yang ada.
Akhirnya hanya seorang ibu yang lagi hamil tua dan seorang anak perempuan yang awalnya tidak saling kenal dengan si ibu hamil, yang selamat sampai ke Busan. Si ibu bepergian bersama suaminya, namun sang suami setelah mampu menyelamatkan istrinya dan berani bertarung melawan banyak orang yang telah terinfeksi virus dari zombie, akhirnya jadi korban juga.
Adapun si anak perempuan, sampai hampir mendekati kota Busan masih bersama ayahnya dan juga si ibu hamil itu tadi. Tapi ketika akhirnya ayahnya harus bertarung melawan masinis yang telah terinfeksi dan tangannya digigit oleh masinis, ia tahu akan segera terinfeksi juga.
Perpisahan ayah yang menyuruh anaknya pergi menyelamatkan diri ditemani si ibu hamil, sebelum virus dalam tubuh si ayah bekerja, sedang si anak tak mau berpisah dengan ayahnya, menjadi adegan paling mengharukan dalam film ini.
Menarik pula mencermati karakter berbagai orang ketika situasi amat kritis. Ada yang mengumpankan orang lain sebagai korban agar ia selamat. Ada pula yang sebaliknya yakni berani berkorban agar orang lain selamat. Ada yang sangat gampang menyalahkan orang lain sebagai sumber penderitaaannya. Ada pula yang merasa menyesal telah menyusahkan orang lain.
Tentu pesan moralnya adalah, dalam situasi yang paling "gelap" pun kita dituntut untuk tetap memperhatikan dan membantu orang lain. Jangan pula gampang menyalahkan orang lain, tapi introspeksi terlebih dahulu.
Tapi dalam kasus ayah dan anak perempuan kecilnya, tak perlu menilai siapa yang bersalah yang mengakibatkan mereka manaiki kereta api horor ini. Si ayah tinggal di Seoul dan bercerai dari istrinya yang tinggal di Busan.
Karena lebih memperhatikan pekerjaannya sebagai manajer pendanaan, si ayah sering cuek pada anaknya dan menyerahkan si anak sama neneknya atau ibunya si ayah yang memang mereka bertiga tinggal satu rumah.
Sang gadis kecil ingin sekali ke Busan ketemu ibunya. Si Ayah bilang seminggu lagi saja karena sibuk di kantor. Si anak tetap ingin berangkat besok karena besok adalah hari ulang tahunnya.