Laga panas Persija vs Persib berlangsung tertib, meski harus berbiaya tinggi dengan mengerahkan lebih seribu polisi. Bobotoh pun di larang datang. Hasil akhir, telah banyak diberitakan, skor kacamata 0-0. Persija tampil agresif di babak kedua, namun menyia-nyiakan banyak peluang. Lautan oranye di GBK dari 50.000-an pendukung Persija, Jakmania, tentu kecewa, tapi mereka tidak membuat onar.
Jakmania, tak pelak lagi, merupakan salah satu kelompok suporter yang relatif besar, di samping pendukung Arema dan Persib. Saat berdiri tahun 1997, tidak terbayangkan Jakmania akan sebesar sekarang. Dulu, di era 70-an dan 80-an, Persija meski bermain di kandang sendiri, minim pendukung. Justru lawan yang dihadapi Persija sangat senang bermain di GBK karena banyak perantau dari daerah mereka yang mendukung. Contohnya, orang Medan yang tinggal di Jakarta dipastikan mendukung PSMS saat Persija bertanding di GBK melawan PSMS.
Fenomena kesuksesan Jakmania menghimpun anggotanya, bisa jadi karena pengorganisasian yang bagus dari pengurusnya. Namun, sangat mungkin juga karena adanya perasaan memiliki "Jakarta" bagi anak-anak yang lahir di ibukota (meski ibu bapaknya lahir di daerah asalnya). Memang, sebahagian besar anggota Jakmania adalah seusia anak SMP-SMA, yang keterikatan batin dengan daerah asal orangtuanya terasa kurang. Beda dengan tahun 80-an, penontonnya kebanyakan usia dewasa, dan para perantau. Banyak juga anggota Jakmania yang bukan penduduk Jakarta, tapi dari Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor. Toh, anak-anak "Jakarta Coret" tersebut merasa lebih bangga disebut sebagai anak Jakarta.
