Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Stefan Hansson Mundur dari Persela

26 Mei 2016   09:46 Diperbarui: 26 Mei 2016   09:53 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Empat kali berlaga di Torabika Soccer Championship (TSC), empat kali pula menelan kekalahan, termasuk saat bertanding di kandang sendiri, membuat pelatih Persela Lamongan Stefan Hansson memilih mundur. Terakhir pada Senin (23/5) yang lalu, Persela dikalahkan tamunya Persipura 0-1 di depan pendukungnya sendiri.

Sepertinya laga terakhir melawan Persipura itulah yang menjadi pertaruhan buat Stefan. Di lain pihak bagi Persipura, dugaan saya juga merupakan pertaruhan buat Jafri Sastra yang didapuk menukangi Persipura untuk TSC ini. Dari tiga laga sebelumnya Persipura juga belum pernah menang, meski pernah bermain seri. Artinya peringkat Persipura lebih baik dari Persela yang sejak awal TSC tak pernah beranjak dari posisi juru kunci.

Ada pertanyaan yang menggelayut di benak saya, sejatinya dalam sepak bola kita, apakah faktor pelatih lebih dominan atau faktor perbendaharaan pemain? Soalnya Persela memang hanya diisi pemain stok lama, kalau tidak mau dikatakan gaek, meski beberapa di antaranya pernah harum namanya, seperti Taufik Kasrun, Choirul Huda, dan Herman Dzumafo. Dugaan saya yang awam, siapa pun pelatih Persela, dengan pemain seperti itu, sangat sulit mengangkat performa tim.

Stefan bukan pelatih kemaren sore. Pelatih asal Swedia ini pernah sukses membawa Mitra Kukar masuk papan atas Indonesia Super League (ISL) beberapa tahun lalu. Contoh lain, Persipura, baru menang sekali lawan Persela itu tadi. Padahal Persipura dulunya adalah klub yang menakutkan bagi tim manapun. Dan pelatih Jafri Sastra, pernah sukses membawa Semen Padang menembus 8 besar level Asia di Piala AFC, serta mempersembahkan Piala Sudirman buat Mitra Kukar. 

Lagi-lagi menurut saya, faktor pemain Persipura yang berlaga di TSC kali ini tidak sebagus di tahun sebelumnya.  Sang kapten Boaz Solossa pun jauh menurun permainannya setelah dibekap cedera serius. Sriwijaya yang sekarang memimpin klasemen, juga perlu dicermati, apakah bisa diklaim sebagai keberhasilan pelatih anyarnya Widodo C Putro, atau justru karena keberhasilan manajemennya mendatangkan banyak pemain bintang, sehingga Widodo tidak mengalami kesulitan mencari komposisi terbaik. Bahkan pemain pengganti pun sama baiknya dengan pemain inti, Buktinya Anis Nabar pencetak 2 gol dan 1 assist saat Sriwijaya melumat Madura United 5-0 di Palembang, Minggu (16/5), adalah pemain yang baru masuk di babak kedua. 

Jangan-jangan kalau seandainya Benny Dolo masih dipercaya memegang Sriwijaya, hal yang sama juga terjadi. Saat Bendol, sapan Benny Dolo, membawa Sriwijaya bertarung di beberapa turnamen sebelumnya, Sriwijaya juga bermain bagus meski belum membawa pulang piala, tapi sempat menembus final Piala Presiden dan juara ketiga di Piala Bhayangkara.

Sebetulnya dari empat kali laga, belumlah teruji kapabilitas seorang pelatih. Namun secara sekilas memang  sepertinya memperkuat hipotesis bahwa klub yang hanya memiliki stok pemain yang apa adanya, dan telah melewati masa kejayaannya, sulit bersaing. Tapi pemain muda potensial bisa membawa hasil cerah bila pelatih mampu meracik strategi yang pas dan membakar semangatnya. Persija sebagai misal,  meski ada minoritas pemain tua seperti Ismed Sofyan dan Maman Abdurrahman, pemain mudanya seperti Amrizal Umainalo dan Sutanto Tan tampil mengkilap. Di bawah gemblengan pelatih Paulo Camargo, Persija belum pernah kalah dalam empat kali laga, dan menduduki peringkat ketiga klasemen sementara sampai minggu keempat.

Namun PS TNI yang juga dihuni banyak pemain muda berbakat masih terpuruk belum pernah menang dalam empat kali laga. Hanya berhasil dua kali seri, dan masih bercokol di peringkat ke 2 dari bawah.  Apakah pelatih PS TNI, Eduard Tjong yang tidak atau belum mampu menerapkan strategi yang pas, mengingat dengan skuad yang sama (Manahati Lestusen dan kawan-kawan), PS TNI pernah tampil garang di Piala Sudirman?

Sampai saya menutup tulisan ini, saya tetap tak bisa menyimpulkan, dalam kasus Persela, layakkah beban kegagalan dipikul sendiri oleh Stefan Hansson? Sekarang tugas berat menanti siapapun pelatih barunya. Untuk sementara tugas ini diemban asisten pelatih Didik Ludianto. Apalagi mereka harus menjalani partai tandang melawan klub elit Semen Padang, Sabtu (28/5) ini. Bila mental pemain jatuh, akan semakin berat untuk bisa sekadar menahan seri Semen Padang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun