Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Plus Minus Meminjam di Bank Sampai Tua

23 April 2015   11:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi anda yang mempunyai penghasilan tetap, maksudnya gaji bulanan, baik sebagai pegawai negeri, maupun swasta, tentu punya pengalaman "dibujuk" oleh petugas pemasaran bank untuk meminjam di banknya. Atau bahkan mungkin anda yang aktif mendatangi bank, mengajukan permohonan pinjaman, dengan memberi kuasa bagi pihak bank untuk memotong gaji anda setiap bulan, sebagai angsuran pembayaran pinjaman plus bunga.

Kebutuhan yang senantiasa bertambah, yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan, membuat sebahagian karyawan "menggadaikan" gaji yang akan diterimanya selama 5 tahun ke depan. Bahkan saking "baik"-nya bank-bank sekarang, banyak yang memperbolehkan untuk meminjam selama 15 tahun. Bagi yang pensiunan sekalipun, SK pensiunnya laku untuk ditukar dengan pinjaman bank dengan jangka waktu sampai yang bersangkutan berusia 75 tahun. Betul-betul berutang sampai tua, mengingat usia rata-rata penduduk Indonesia, mungkin masih di bawah 75 tahun.

Jadi, kalau sekarang anda seorang pegawai, masih berumur 30-an tahun, anda sudah bisa membeli rumah, mobil, atau kebutuhan lain, sepanjang masuk "rumus" pihak bank. Kemampuan anda membayar cicilan utang plus bunga, dihitung bank (masing-masing bank bisa berbeda), tapi rata-rata sebesar maksimal 75 % dari gaji yang anda terima. Bagi bank sendiri, jangan ditanya keuntungannya apa, meski bunga pinjaman pegawai relatif rendah dibanding bunga pinjaman komersial pada pengusaha. Yang jelas, bank aman dari kemungkinan kredit menunggak, karena gaji si pegawai "di tangan" bank. Kalaupun si pegawai di PHK atau meninggal dunia, ada asuransi yang akan meng-cover.

Nah, bagi kita sebagai nasabah, apa plus-minus nya? Plusnya jelas, anda tiba-tiba mampu membeli sesuatu yang kalau tidak dibantu bank mungkin bakal lama sekali baru kesampaian. Apalagi kalau kita menghitung faktor inflasi. Suatu barang yang anda incar, sebut saja mobil yang sekarang berharga Rp 150 juta, kalau anda berfikir kumpulkan tabungan dulu baru beli, rasanya sampai kapan pun gak akan terbeli. Karena setelah sekian tahun anda berhasil menabung sampai sejumlah Rp 150 juta, mobil tersebut harganya sudah bergerak ke Rp 300 juta. Dalam hal ini pinjaman bank betul-betul menyelamatkan harkat dan martabat anda.

Namun demikian, minusnya juga harus diwaspadai dengan seksama. Anda harus bisa bertahan hidup dengan sisa gaji setelah dipotong bank. Kalau anda punya sumber selain gaji, no problem. Cilakanya, kalau gaji sebagai satu-satunya sumber, kebayang gak sih? Makanya sebelum berutang, pertimbangakn secara matang dari berbagai aspek. Salah satu yang mungkin bisa anda pertimbangkan adalah terkait tujuan penggunaan pinjaman. Kalau untuk konsumtif, ambil contoh mobil itu tadi, hanya anda pakai buat pribadi saja, dari rumah ke kantor dan sebaliknya, serta di hari libur jalan-jalan, bisa dipastikan anda akan tekor. Karena mobil butuh bensin, servis, pajak, dan sebagainya ( yang jauh lebih besar dari penghematan karena anda tidak bayar angkot lagi ). Padahal di lain pihak income anda mengecil. Lain cerita kalau mobil itu bisa anda suruh "bekerja" Umpama, ada teman-teman kantor yang nebeng mobil anda dengan membayar bulanan, atau disewakan di hari-hari tertentu, dan sebagainya.

Penggunaan kredit yang paling ok adalah untuk membeli rumah. Kalau anda masih ngontrak, maka sepanjang cicilan utang lebih kecil atau sama dengan harga kontrak / sewa rumah, anda harus ambil pinjaman. Jumlah pengeluaran sama, tapi anda langsung punya rumah. Kalaupun itu sebagai rumah kedua, juga sangat menguntungkan, mengingat rumus umumnya harga rumah selalu naik, berkebalikan dengan harga mobil, yang pasti turun harga setelah dipakai. Apalagi kalau rumah tersebut bisa dikontrakkan atau disewakan, ini pendapatan ekstra yang sangat gurih.

Penggunaan kredit yang kurang disarankan adalah yang murni hura-hura, seperti untuk pesta atau berwisata ke mancanegara. Ini lah yang disebut pepatah "besar pasak dari tiang". Akhirnya terlilit utang, gali lobang, tutup lobang. Penggunaan yang masih bisa "dimaklumi" meski juga dikategorikan konsumtif oleh (namun kalau diperdebatkan bisa juga dipandang sebagai investasi), adalah terkait dengan biaya kesehatan dan pendidikan, mengingat merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa ditunda-tunda, kecuali kalau "lebay" seperti untuk operasi plastik mempercantik wajah atau ikut pendidikan untuk jadi astronout. Gak usah lah ya.

Kesimpulannya, meminjam sampai tua, oke-oke saja sepanjang dilakukan secara bijak, dan akan jadi bencana bila dilakukan secara serampangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun