Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nego Bunga Dana BUMN Bakal 'Diharamkan'

17 Februari 2016   17:21 Diperbarui: 17 Februari 2016   17:29 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Judul di atas saya ambil dari headline Bisnis Indonesia hari ini, yang bersumber dari pernyataan Menko Perekonomian Darmin Nasution. Hal ini terkait dengan tekad pemerintah untuk menghentikan rezim suku bunga yang tinggi. Tentu kalau suku bunga tinggi, akan memanjakan para penyimpan dana di bank, namun memberatkan para peminjam uang dari bank.

Secara teoritis, suku bunga bank selalu bergerak di antara dua titik, di satu sisi masih cukup menarik bagi penyimpan (deposan), dan di pihak lain tidak terlalu membebani peminjam (debitur). Namun dalam prakteknya, apabila industri perbankan lagi kesulitan likuiditas dalam arti jumlah dana yang dihimpun belum sesuai rencana, maka suku bunga untuk penyimpan akan terkerek naik. 

Di samping memberikan bunga bagi penyimpan dana, bank juga menghitung biaya operasionalnya, dan ditambah dengan biaya untuk menutupi risiko dari kredit macet serta keuntungan yang diharapkan bank, maka terbentuklah angka suku bunga yang dibebankan bank kepada peminjam.

Jelaslah komponen penentu agar suku bunga pinjaman bisa turun, suku bunga dana bagi penyimpan harus turun terlebih dahulu. Kemudian kemewahan pihak bank dalam beroperasi seperti kantor yang megah, bonus pegawai yang besar, iklan dan hadiah yang jor-joran, juga perlu dikoreksi.

Nah, terkait perilaku pemilik dana besar, karena bargaining position-nya lebih tinggi, sering melakukan negosiasi dengan pihak bank. Anggaplah saat ini suku bunga deposito normal yang tertulis di papan pengumuman bank sekitar 5 sampai 6%, pemilik dana besar hanya mau menarok dananya di bank yang bersedia memberikan bunga jauh lebih tinggi, bisa di sekitar 9 sampai 10%. Nego ini dilakukan oleh bank secara case by case tergantung berapa besar dana yang akan ditarok.

Yang punya dana besar itu ternyata tidak saja konglomerat, tapi juga perusahaan yang berstatus BUMN. Demikian pula anggaran di kementrian serta di pemda yang belum terpakai. Tak heran, dana yang dimiliki perusahaan BUMN,  jadi rebutan antar bank.

Sebagai sebuah perusahaan, wajar apabila sebuah BUMN menarok dananya di bank yang berani memberikan bunga besar, karena bunga tersebut dibuku sebagai pendapatan bagi perusahaan. Justru bila sebuah BUMN tetap menarok dananya di bank yang memberikan bunga yang standar, malah  bisa berujung sebagai temuan BPK sebagai auditor.

BPK akan menganggap ada kerugian potensial, karena BUMN yang demikian, kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi, seandainya mau menarok dananya di bank lain. 

Dengan demikian, regulasi baru pemerintah yang melarang BUMN minta suku bunga nego di atas bunga standar, saat menyimpan dana di bank, adalah langkah yang tepat. Mudah-mudahan kehendak pemerintah untuk menurunkan suku bunga pinjaman menjadi single digit (selama ini rata-rata peminjam dikenakan bunga di atas 10%) bisa segera terwujud.

Bunga pinjaman yang rendah pada gilirannya akan menurunkan biaya produksi dan membuat roda perekonomian akan berputar lebih kencang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun