Sampai hari ini, tercatat ada 34 provinsi di negara kita. Sebahagian besar yang menjadi ibukota provinsi, tentu kota terbesar di provinsi tersebut, seperti Medan sebagai ibukota Sumatera Utara atau Surabaya sebagai ibukota Jawa Timur. Tapi ada kecenderungan di provinsi baru untuk menjadikan kota kedua terbesar sebagai ibukota, agar terjadi akselerasi pembangunan, sehingga paling tidak ada 2 kota yang relatif besar di provinsi tersebut.
Makanya, di Kalimantan Utara sebagai provinsi termuda, memilih Tanjung Selor sebagai ibukota, bukan Tarakan yang lebih ramai. Begitu juga Provinsi Kepulauan Riau, memilih Tanjung Pinang, bukan Batam. Provinsi Papua Barat memilih Manokwari, bukan Sorong. Dahulu pun, Kalimantan Timur memilih Samarinda, bukan Balikpapan. Bayangkan, kalau Balikpapan yang jadi ibukota, dimana Pertamina bermarkas dan ada bandara Sepinggan yang cukup ramai, pasti pembangunan Samarinda tak akan sepesat saat ini.
Beberapa provinsi memilih kota yang dibangun baru sebagai ibukota. Sebagai contoh Maluku Utara membangun kota baru Sofifi di daratan Halmahera, sebagai pengganti Ternate, yang hanya pulau kecil tapi lebih ramai secara bisnis. Membangun kota baru, sebetulnya dulu juga ada. Kalimantan Tengah membangun Palangkaraya, bukan Sampit yang secara historis waktu itu lebih hidup. Demikian pula Sulawesi Tengah, kota lamanya adalah Donggala, bukan Palu. Kalsel sempat mempersiapkan pembangunan kotabaru, yakni Banjarbaru sebagai ibukota, namun sampai sekarang tetap beribukota di Banjarmasin.
Lain lagi dengan Lampung dan Nusa Tenggara Barat (NTB), ibukotanya adalah gabungan kota. Bandarlampung adalah gabungan kota Tanjungkarang dan Telukbetung. Mataram adalah gabungan dari Mataram, Ampenan, dan Cakranegara.
Ada juga kota yang pernah menjadi ibukota provinsi, kemudian turun kelas sebagi kota biasa, yakni Bukittinggi sebagai ibukota Sumatera Tengah (sekarang dipecah jadi Sumbar, Riau, dan Jambi), dimana ibukota Sumbar dialihkan ke Padang. Begitu juga Singaraja yang dulu ibukota Sunda Kecil (sekarang dipecah jadi Bali, NTB, dan NTT), dimana ibukota Bali dialihkan ke Denpasar. Mudah diduga, akibatnya ketimpangan antara Bali Utara (Singaraja) dengan Bali Selatan (Denpasar) semakin lebar.
Beberapa kota di pulau Jawa, sebetulnya lebih besar dari kebanyakan ibukota provinsi luar Jawa, seperti Cirebon, Solo, dan Malang. Untuk Cirebon, aspirasi masyarakat setempat cukup kuat untuk menjadi provinsi, namun Solo dan Malang belum mencuat ke permukaan. Bahkan ada kota yang relatif besar belum berstatus kotamadya seperti Purwokerto dan Jember, padahal di luar Jawa, beberapa kota kecil memperoleh status kotamadya seperti Sabang di Aceh, serta Padangpanjang dan Sawahlunto di Sumbar.
Akan jadi berapakah jumlah provinsi di Indonesia dalam lima tahun mendatang? Tentu tergantung pada orang-orang yang akan terpilih pada pileg dan pilpres tahun ini. Sebagai catatan, beberapa komponen masyarakat, antara lain di Aceh (Aceh Leuser), Sumut (Nias dan Tapanuli), Sulut (Kotamobagu dan Nusa Utara), Sulsel (Palopo), Kalbar (Kapuas Raya), NTB (Sumbawa), NTT (Flores) dan Papua (Papua Tengah-Timika dan Papua Selatan-Merauke) lagi berjuang untuk pemekaran provinsi. Kita lihat saja nanti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI