Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Koordinasi Bukan Saling Melempar Bola

16 Maret 2016   20:14 Diperbarui: 16 Maret 2016   20:23 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahwa di hari Senin kemaren, sopir taksi se Jabodetabek pada demo besar-besaran, bahkan diikuti taksi Blue Bird yang selama ini jadi "anak manis", sudah sama-sama kita ketahui. Bahwa pangkal balanya adalah kehadiran taksi berbasis aplikasi yang demikian tajam menggerus penghasilan sopir taksi konvensional, tentu juga sudah kita maklumi.

Menteri Perhubungan dengan lantang mengatakan bahwa ia sudah menandatangani surat permintaan ke Menkominfo agar aplikasi tersebut diblokir. Giliran Menkominfo yang menyatakan meminta Menteri Koperasi untuk mempercepat membuat regulasi, karena aplikasi tersebut dijalankan oleh perusahaan yang belum jelas badan hukumnya dan diharapkan bisa berbadan hukum koperasi. Apakah Menteri Koperasi akan melempar bola ke menteri lain?

Tulisan ini tidak akan memperpanjang pembahasan terkait hal di atas. Tapi ingin menganalogkan bahwa dalam skala lain, problem yang oleh banyak pihak disebut sebagai problem koordinasi, juga jamak terjadi di level perusahaan. Tapi persoalannya belum tentu sekadar koordinasi, bisa juga karena kurangnya keberanian pemimpin mengambil keputusan dan mengimplementasikannya secara konsisten.

Di level perusahaan, terutama yang berskala besar dengan jaringan kerja tersebar di seluruh Indonesia, yang struktur organisasinya tambun, banyak terjadi inefisiensi karena pengambilan keputusan yang lamban. Sering sekali aspirasi dari karyawan di kantor cabang disampaikan kepada pejabat dari pusat yang lagi berkunjung ke suatu cabang. Di saat tersebut, sangat lazim pejabat kantor pusat menjawab seperti ini: "usul saudara kami tampung dulu, nanti di kantor pusat yang lebih tepat menangani hal ini adalah divisi A, tapi kami dari divisi B akan melakukan koordinasi".

Sering orang cabang bingung, terlalu banyak divisi di kantor pusat, yang masing-masing meminta cabang melakukan sesuatu, yang adakalanya permintaan divisi X berbeda signifikan diwaktu yang bersamaan dengan permintaan divisi Y, atau malah terjadi duplikasi di waktu yang berselang satu atau dua hari, sehingga orang cabang terpaksa melakukan hal yang sama berulang-ulang.  Tapi giliran orang cabang menuntut sesuatu ke orang pusat, timbul kebingungan, harus ngomong ke divisi mana?

Sesama orang pusat pun sering pula terjadi gesekan. Rapat berkali-kali bisa saja terjadi tanpa keputusan apa-apa. Masing-masing divisi hanya melempar kesalahan ke divisi lain bila terjadi masalah. Sebetulnya dalam situasi seperti ini, tidak bisa lain, keputusan yang jelas dari pemimpin puncak amat dibutuhkan. Masalahnya, pemimpin puncak tidak selalu menghadiri rapat koordinasi antar pejabat di bawahnya. Terasa sekali bila rapat tanpa kehadiran orang nomor satu, masing-masing pejabat yang posisinya setara, saling melempar bola.

Sering pula masing-masing pejabat menghadap ke pemimpin puncak secara sendiri-sendiri, berharap bisa muncul keputusan sesuai aspirasinya tanpa perlu menggelar rapat lengkap. Keputusan ini tentu amat rawan diprotes atau tidak mendapat dukungan dari pejabat lain yang tidak merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.  Pemimpin puncak yang berkali-kali keputusannya direvisi bisa pula kehilangan kepercayaan diri, sehingga di forum rapat lengkap pun tidak tangkas membuat keputusan dengan memberi alasan perlu dikaji lebih dalam lagi.

Ketika koordinasi tidak membuahkan hasil, bahkan hanya memperpanjang birokrasi, ada baiknya setiap departemen atau setiap divisi mampu berpikir secara komprehensif, membayangkan kalau dirinya menjadi orang nomor satu, apa yang harus diperbuatnya untuk kemajuan perusahaan. Jadi usul atau pendapatnya tidak dari sisi kepentingan divisi yang dibawahinya semata.  

Kalau boleh kembali ke kasus di awal tulisan ini, maka masing-masing menteri tentu telah mempertimbangkan matang-matang setiap keputusannya dengan melihat dari semua sisi, termasuk kemungkinan reaksi menteri lain, bahkan telah menyelaraskan dengan pilihan yang mungkin dipilih Presiden, seandainya tidak tercapai kesepakatan antar menteri. Tapi sejauh ini hal tersebut belum terlihat. Paling tidak permohonan Menhub untuk memblokir aplikasi tersebut di atas, bukanlah solusi yang tepat dari sisi Menkominfo. Malah bolannya kian melebar ke Menteri Koperasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun