Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Big Boss Blusukan

14 Januari 2016   09:40 Diperbarui: 14 Januari 2016   09:40 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selalu menarik kalau membaca atau mendengar kisah orang nomor satu di sebuah perusahaan besar, diam-diam datang sebagai orang biasa ke kantor, ke pabrik, ke bengkel, ke gudang, atau ke tempat lain yang menjadi daerah kekuasaannya, yang berada di pelosok. Maksudnya karyawan yang didatangi big boss tidak tahu siapa tamunya karena sama sekali tanpa pengawalan dan otomatis juga tanpa sambutan seremonial.

Ini mirip dengan kisah kalifah di era setelah Nabi Muhammad wafat, di mana sang penguasa sengaja blusukan dan sering menemukan hal yang tak pernah dilaporkan pembantu-pembantunya secara resmi, seperti adanya rakyat yang kelaparan karena tidak punya makanan.

Ada seorang presiden direktur sebuah bank besar yang diam-diam datang ke sebuah kantor cabangnya di sebuah kota kecil di Sulawesi. Sang presdir hanya berpakaian santai saja dan pura-pura tertarik mengajukan kredit. Beliau mencoba merayu petugas bank untuk membuat kesepakatan agar ada kepastian mendapat kucuran kredit dan bersedia memberi sekian persen sebagai tip bagi si petugas.

Banyak keuntungan blusukan yang dilakukan orang nomor satu, sepanjang beliau tidak diketahui sebagai orang nomor satu. Pertama, melihat kompetensi karyawan secara langsung termasuk integritas dan layanan yang diberikannya kepada pelanggan. Tentu si bos harus bersedia menurunkan egonya bila misalnya ia tidak dilayani dengan baik. Tapi bila itu terjadi akan menjadi masukan yang baik untuk melakukan tindakan koreksi, agar standar layanan di perusahaan tersebut bisa ditingkatkan.

Kedua, bisa melihat langsung suasana kerja dan fasilitas yang didapat karyawan. Penguasa yang duduk di singgasana dan melihat bawahannya dari menara gading, sering terkaget-kaget menemukan kantornya di pelosok yang mirip kandang. Beliau merasa telah membuat standar kantor yang layak dan telah pula mendistribusikan anggarannya. Laporan yang masuk yang dibacanya juga mencantumkan semuanya telah berlangsung lancar sesuai harapan. Tapi, bahwa di lapangan ada banyak kekurangan, tak bisa lain harus dilihat langsung diam-diam.

Ketiga, bisa menangkap keluhan dan aspirasi karyawan yang spontan terucap bila pintar memancingnya. Bila big boss datang dalam suatu acara resmi, meski dalam pertemuan telah dipancing agar karyawan dipersilakan menyampaikan uneg-unegnya, tetap saja yang berani bicara hanya segelintir orang yang dibungkus kalimat basa basi.

Keempat, untuk mengetes apakah visi misi perusahaan yang disampaikan oleh si bos kepada pejabat satu level di bawahnya, apakah sudah diteruskan secara utuh sampai ke karyawan paling bawah atau paling pelosok. Sering pesan-pesan strategis yang dilakukan secara berantai dari atas ke bawah, saat sampai di level paling bawah, pesannya sudah melenceng. Terdistorsi secara signifikan. Tak heran kalau banyak karyawan di pelosok yang tidak memahami produk-produk yang dijualnya secara baik.

Tentu akan menjadi kebahagiaan tersendiri bila presdir melihat langsung semangat kerja anak buahnya di pelosok yang berkobar-kobar meski dengan fasilitas terbatas. Dan sebaliknya menjadi kesedihan tersendiri bila anak buahnya loyo padahal telah diberikan fasilitas yang memadai.

Jelaslah, blusukan atau kunjungan mendadak amat diperlukan. Tidak saja sebagai alat pengawasan, tapi juga ada sentuhan manusiawinya. Bila akhirnya anak buah mengetahui bahwa yang datang adalah orong nomor satu di perusahaannya, akan menimbulkan kebanggaan yang luar biasa pula. Bangga bahwa mereka bukan pihak yang terlupakan. Sekecil apapun kontribusinya, harus tetap diberi apresiasi. Bisa bersalaman dan berfoto dengan sang presdir, akan dikenang mereka seumur hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun