Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Indra Sjafri, Bukan Pelatih Biasa

13 Maret 2014   22:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Beberapa hari yang lalu, pelatih sepakbola timnas U-19 menerima penghargaan sebagai pelatih terbaik dari Komite Olimpiade Indonesia. Bagi anda yang ingin mengetahui kisah perjuangan Indra sejak anak-anak di desa kelahirannya Lubuk Nyiur, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, sampai ia meraih kesuksesan saat ini, dapat membaca buku yang ditulis mantan wartawan Kompas, FX Rudy Gunawan. Buku yang berjudul "Indra Sjafri:Menolak Menyerah (Official Biography)" tersebut, diluncurkan pada tanggal 2 Februari 2014, bertepatan dengan ulang tahun Indra yang ke 51.

Ya, Indra telah berusia lumayan. Labih tua dari pelatih yang juga populer seperti Rahmad Darmawan, Jacksen F Tiago, Aji Santoso, atau mantan pelatih timnas yang juga urang awak seperti Indra, Nil Maizar. Ternyata Indra terlambat memutuskan untuk terjun total di dunia kepelatihan. Ia sempat bekerja sebagai karyawan PT Pos Indonesia selama 20 tahun dan resign di usia 43 tahun dengan jabatan terakhir Kepala Kantor di Tabing, Padang. Jadi, dihitung-hitung belum sampai 10 tahun karirnya, meski saat sebagai karyawan Pos, ia sempat menjadi asisten pelatih di PSP Padang. Indra baru mengambil lisensi kepelatihan level C tahun 1996. Sayangnya tidak dikisahkan bagaimana Indra mendapat lisensi B dan A, yang pasti tidak gampang, mengingat betapa sedikitnya pelatih berlisensi A dari Indonesia. Penulisan buku yang terburu-buru, hanya ada waktu 5 hari agar peluncurannya tepat waktu, membuat ada periode tertentu dalam kehidupan Indra yang tidak terekspose.

Berkali-kali Indra mengatakan bahwa ia bukan pelatih hebat, karena hanya melakukan apa yang memang harus dilakukan seorang pelatih. Justru di sana menjadi sumber kekuatan timnas U 19, karena saat ini banyak pelatih yang tidak sepenuhnya melakukan apa yang seharusnya, seperti mentoleransi tindakan indisipliner pemain, lemah dalam berhadapan dengan pengurus, tidak kompak dengan staf pelatih lain, tidak memakai analisa statistik terhadap kemajuan pemain, atau malah larut jadi selebriti karena menjadi bintang iklan.

Kesan yang kita dapat dari buku tersebut adalah Indra bukan pelatih biasa. Ia sangat percaya diri. Bahkan ketika ia sesumbar mengatakan akan mengalahkan Korea Selatan juara Asia U-19 sebanyak 12 kali, dan mengatakan "hanya Tuhan yang tak bisa dikalahkan", ia dianggap sombong dan arogan. Ternyata itu memang cara Indra untuk memompa semangat pemainnya, agar tidak menyerah. Kalau kita selalu meresa tidak percaya diri, kita tidak akan pernah juara, ujarnya. Dan seperti kita ketahui, Korea harus mengakui keunggulan Indonesia 2-3 di akhir tahun lalu. Ia juga tahan banting, tidak takut menderita, bahkan setahun tidak digaji PSSI sewaktu ada kepengurusan ganda. Saat itu Indra dikirimi uang oleh ibunya dari kampung serta mengambil tabungan yang dikumpulkan sang istri. Integritasnya tinggi, dan tidak takut menolak intervensi pengurus bila diyakininya akan menurunkan prestasi pemain. Ukuran keberhasilan bukan popularitas, bukan politik, bukan aspek komersial, tapi kemenangan dalam pertandingan yang mengangkat martabat bangsa. Makanya Indra tidak mau negosiasi terkait gajinya sebagai pelatih timnas. Berapapun negara menghargai saya, saya terima. Ia nasionalis sejati, dan bekerja keras blusukan ke semua penjuru negeri, karena di sanalah bertaburan calon bintang, bukan hanya anak orang berduit yang mampu membayar sekolah sepakbola di kota besar.

Indra juga terkenal religius. Selebrasi sujud sukur timnas U-19 sehabis mencetak gol adalah salah satu contoh. Cinta keluarga juga terlihat dari dekatnya Indra dengan ibunya serta istri dan anak-anaknya. Setiap mau bertanding, Indra tak lupa minta didoakan oleh ibunya, yang sekarang sudah tiada. Masa kecil dan masa remajanya lurus-lurus saja, sekolah, mengaji, dan main sepakbola. Sungguh beruntung kita punya pelatih sekaliber Indra Sjafri, yang bertekad akan membawa Indonesia menembus Piala Dunia. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun