Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Habis Dapat THR, Dapat "THR" Lagi

24 Juni 2016   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2016   11:29 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tunjangan Hari Raya (THR) dan "THR" itu berbeda. THR dalam arti formal adalah sesuai peraturan pemerintah bahwa setiap perusahaan wajib memberikan tunjangan hari raya sebesar satu kali upah bulanan kepada semua karyawannya, dua minggu sebelum hari raya (idul fitri bagi umat muslim, natal bagi kristiani, dan sebagainya). Karena di Indonesia, mayoritas adalah pemeluk agama Islam, maka gaung THR sangat terasa menjelang lebaran. 

Nah, adapun "THR" dalam versi lain maksudnya adalah pemberian sukarela, bingkisan, dari seseorang kepada orang lain, tanpa terikat peraturan apa-apa. Keponakan saya yang sebetulnya sudah besar-besar, ada bahkan yang sudah menyelesaikan S-1-nya sering menggoda saya:"Om, bagi THR dong". Bisa pula anak yang masih sangat kecil yang baru pandai berjalan dan belum mengerti uang, tetap dikasih omnya "THR", meski uang itu diremas-remasnya sebelum disimpan oleh mamanya.

Di kantor lain lagi ceritanya. Sebagai karyawan mereka mendapat THR, itu sudah pasti. Tapi setelah itupun, ada yang dapat "THR" lagi, kali ini tentu bukan dari perusahaan secara resmi, namun dari atasan secara pribadi. Karena memang tidak ada kewajiban atasan untuk memberi "THR", maka ini hanya sesuai niat atasannya saja. Ada suatu divisi atau bagian yang atasannya cuek bebek, tapi divisi tetangganya bisa kebanjiran "THR" karena bosnya royal berbagi pada bawahan.

Kalau THR sudah pasti berwujud uang tunai (meski kebanyakan sekarang ditransfer ke rekening pegawai di bank tempat perusahaan membayar gaji), maka "THR" wujudnya suka-suka si atasan yang memberi. Berupa uang bisa, berupa barang juga bisa. Kalau barang biasanya berupa kue, sirop, atau sembako.

Namun yang lagi trend saat ini adalah "THR" dalam bentuk voucher belanja. Dan perusahaan ritel besar sangat memahami ini, sehingga mereka menjual voucher yang dicetak menarik, dan hanya bisa dibelanjakan di outlet yang tercetak di voucher, dan tidak bisa diganti dengan uang. Contoh, ada voucher dari kelompok Alfamart, Indomaret, Carrefour, dan MAP (Mitra Adi Perkasa Group).

MAP adalah pemegang hak waralaba Sogo, department store kelas atas di Indonesia. Di samping itu, MAP juga pemegang waralaba department store kelas atas lainnya, Seibu, Lotus,  Galeries Lafayette,  dan Debenhams. Sejumlah merk internasional ternama di bidang fashion, food and beverage, juga dipegang MAP waralabanya. 

Ada plus minus-nya sistem voucher ini. Minus-nya adalah mendidik masyarakat menjadi lebih konsumtif. Tapi plus-nya, ya itu tadi, lebih trendi. Lagi pula si pemberi tidak kehilangan muka, seandainya sedikit memberi bawahannya. Uang tunai senilai Rp 100 ribu mungkin kurang berarti ketimbang voucher senilai serupa. Meskipun harga baju yang dibeli Rp 400 ribu, tapi karena punya voucher Rp 100 ribu, secara psikologis si pembeli merasa beruntung membeli murah.

Asyik juga kalau setelah mendapat THR, dapat "THR" lagi, meski setelah itu si karyawan juga harus memberi "THR" pada ponakan dan kerabatnya di kampung saat mudik. Ada kebahagiaan saat mendapat "THR", ada pula kebahagiaan saat memberikan "THR". 

[caption caption="Karyawan sebuah kantor dapat "THR""][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun