Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gemuk Bukan Lambang Kemakmuran

27 April 2016   10:08 Diperbarui: 27 April 2016   10:16 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Fi, masih ada kue gak?",  tanya saya pada Fifi di atas kereta api yang melaju dari Semarang ke Jakarta. Saat itu saya dan beberapa teman yang sudah sama-sama berumur yang juga sama-sama memulai karir di sebuah BUMN lagi dalam perjalanan sehabis berwisata.

Itulah salah satu kelemahan saya kalau lagi ngumpul-ngumpul dengan teman. Bawaannya lapar melulu.  Apalagi melihat teman-teman tersebut, terutama ibu-ibu, selalu membawa makanan sebagai persediaan. Belum lagi jamuan dari teman kantor cabang BUMN tempat kami bekerja yang sayang kalau hanya dicicipi sedikit saja. Dan yang lebih parah, undangan ke resepsi pernikahan kok setiap minggu ada saja seakan tanpa henti, bahkan ada yang tabrakan jadwalnya. 

Alhasil saya punya justifikasi bahwa saya tidak bisa menghindar dari yang namanya makanan. Tapi dalam hati saya sangat salut pada beberapa teman yang rutin puasa Senin - Kamis, sehingga makanan yang dihidangkan saat rapat di kantor tidak disentuhnya. Bahkan ada teman saya yang puasa Nabi Daud, maksudnya selang seling, sehari puasa, sehari tidak puasa. Saya sendiri baru mampu sesekali saja berpuasa di luar bulan Ramadhan.

Sebetulnya dalam rangka menurunkan berat badan, saya sudah lumayan berhasil dengan mengurangi takaran makanan tapi jenisnya tetap, sambil menambah jam berolahraga. Alhamdulillah berat badan saya sudah turun sekitar 4 sampai 5 kg dibanding dua tahun lalu. Tapi setelah itu sepertinya sulit untuk diturunkan lagi, padahal indeks masa tubuh saya masih di kelompok di atas 25 tapi masih di bawah 30. Ini bisa disebut kondisi waspada satu atau warna kuning. Bila di atas 30 sudah tergolong warna merah. Idealnya di bawah 25 yang termasuk hijau.

Selagi belum pensiun, saya jadi pesimis untuk berhasil menurunkan berat badan menjadi sesuai ukuran ideal. Bukan mencari teman, di kantor saya lumayan banyak bapak-bapak dan ibu-ibu se usia, atau bahkan yang jauh lebih muda, yang tergolong gemuk. Beberapa di antaranya tergolong penderita obesitas. Melihat betapa sulitnya teman yang obesitas melakukan kegiatan fisik seperti naik tangga, masuk mobil, shalat, saya merasa kasihan.

Sebetulnya kenapa saya peduli dengan masalah berat bedan, lebih karena faktor kesehatan saja. Meski harus pula diakui sekarang ini ada trend laki-laki mulai banyak yang ingin punya penampilan fisik menarik dengan ikut nge-gym, memakai suplemen pelangsing tubuh yang biasa dikonsumsi wanita, dan sebagainya. Bahkan, konon gaya hidup yang rutin ke salon, merawat tubuh setelaten seorang wanita, juga menggejala di kalangan pria.

Sedang bagi saya sendiri, sungguh tidak ada niatan untuk mengikuti gaya hidup lelaki flamboyan. Bahwa saya peduli pada urusan berat badan, seperti sudah ditulis di atas, adalah untuk sehat. Di samping memang ada faktor psikologis, karena merasa malu kalo ketemu teman yang sudah beberapa bulan atau beberapa tahun tidak ketemu, lalu komentar pertamanya adalah: "makin gemuk aja".

Makin gemuk saja, sebelumnya bisa dipersepsikan sebagai buah kemakmuran, sehingga saya nyaman-nyaman saja saat dahulu dikomentari begitu. Tapi begitu para atasan saya, yang pasti jauh lebih makmur, ternyata punya bodi lebih proporsional, sadarlah saya bahwa gemuk tidak selalu identik dengan makmur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun