Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ditelepon Telemarketing, Bagaimana Menghadapinya?

2 Juni 2016   13:27 Diperbarui: 2 Juni 2016   17:30 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://www.decisionmarketing.co.uk/

Anda sering menerima telpon dari sebuah bank ternama? Bisa jadi itu tidak langsung dari banknya tapi dari pihak lain yang bekerjasama dengan bank tersebut. Hal ini lazim saat ini khususnya untuk produk asuransi yang dipasarkan kepada nasabah bank melalui kerjasama resmi pihak bank dengan pihak asuransi. Cara memasarkan produk bancassurance seperti itu disebut dengan telemarketing.

Biasanya si penerima telpon bila ingin bilang tidak tertarik terhadap tawaran dari petugas telemarketing, memakai bahasa bersayap. Misalnya cari alasan dengan bilang lagi sibuk, perlu diskusi dengan keluarga, dan sebagainya. Memang petugas telemarketing telah dilatih bicara secara menarik dan kadang-kadang juga seperti setengah mendesak untuk deal saat itu juga. 

Justru di situlah masalahnya. Dari seorang teman yang bertugas sebagai supervisor di sebuah bank, saya mendapat penjelasan sebaiknya kalau tidak tertarik langsung saja dengan tegas bilang tidak tertarik. Karena dari hasil rekaman percakapan tersebutlah yang menjadi dasar bagi supervisor untuk menyetujui atau menolak kepesertaan seorang calon nasabah, yang baru saja ditelepon oleh petugas pemasaran.

Kalau disetujui, artinya sistem di bank akan di-setting untuk mendebet otomatis rekening tabungan nasabah atau kartu kredit nasabah. Memang yang ditelpeon adalah nasabah bank yang identitasnya sudah ada di sistem bank tersebut.

Dengan kalimat tegas menolak, maka bila nantinya ada dispute, nasabah punya bukti kuat. Tapi dengan kalimat mengambang, bisa diartikan setuju. Atau paling tidak, diberi status pending yang  tetap dikejar atau ditelepon lagi pada kesempatan berikutnya.

Kalau sekiranya si penerima telepon suka dengan produk yang ditawarkan, sebaiknya jangan buru-buru bilang ya atau oke. Ajak ketemuan dulu. Pelajari dengan teliti syarat dan ketentuannya. Biasanya syarat yang membuat nasabah posisinya lemah, tidak disampaikan secara rinci saat ditelepon. Dari dokumen tertulis pun, hal begini diketik dengan huruf yang kecil.

Sebagai contoh, ada asuransi kesehatan dengan otomatis mendebet rekening tabungan Rp 250 ribu per bulan. Saat per telepon, petugas pemasarannya bilang bila nasabah mau berobat jalan atau opname di rumah sakit apapun akan ditanggung pihak asuransi. Tapi kenyataannya waktu nasabah sakit, bisa saja ada jenis penyakit atau jenis tindakan medis yang tidak ditanggung. Bisa pula hanya berlaku di sedikit rumah sakit.

Kalau sudah dipelajari dengan saksama dan dipertimbangkan dengan matang, barulah sebaiknya perjanjian antara nasabah dengan pihak bank berlaku. Itupun tidak cukup. Sesekali tetap perlu dicek, apakah di tengah jalan pihak bank atau pihak asuransi rekanan bank melakukan perubahan sepihak. Contohnya menaikkan jumlah potongan bulanan, atau memperketat pengajuan klaim.

Intinya, meski cara pemasaran makin beragam dan makin mudah, bahkan bisa secara otomatis, konsumen tetap harus hati-hati. Pepatah lama 'teliti sebelum membeli' masih relevan untuk dipertahankan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun