Kalau anda sering membaca koran khusus tentang bisnis, tentu sering melihat foto penandatanganan perjanjian kredit antara pihak bank dengan perusahaan besar. Bahkan tidak sedikit pula perusahaan atau lembaga keuangan yang menerima pinjaman mengiklankan kontrak pinjaman yang didapatnya.
Mungkin timbul pertanyaan, dapat utangan kok dipublikasikan seperti sebuah kebanggaan saja? Nah inilah yang perlu dipahami. Dalam bahasa bisnis, jika suatu perusahaan memperoleh pinjaman, sama artinya perusahaan tersebut telah dipercaya. Kredit dalam jumlah besar tentu telah melalui serangkaian proses yang panjang, sebelum bank mengambil kesimpulan bahwa perusahaan tersebut layak diberi kredit.
Perusahaan yang sudah berbadan hukum, seperti sebuah Perseroan Terbatas (PT), tentu berbeda dengan pribadi. Secara pribadi, Â banyak utang berkonotasi jelek. Sebisa mungkin sebagai pribadi, janganlah sampai terlilit utang. Namun tidak untuk korporasi. Perusahaan yang prospektif justru menjadi rebutan bagi pihak pemodal untuk ikut berkontribusi.Â
Dalam hal ini tidak hanya bank yang mau mengguyurkan kredit. Investor pun ramai-ramai membeli obligasi (baca: surat utang) yang diterbitkan perusahaan yang butuh dana, atau malah membeli sahamnya. Investor tersebut bisa individu, bisa pula institusi seperti lembaga dana pensiun dan perusahaan asuransi yang selalu mencari kemana dana yang dihimpunnya akan ditempatkan. Memebeli obligasi atau saham, pada hakikatnya sama saja dengan mengguyurkan dana ke suatu perusahaan.
Mendapat prediket "dipercaya" tentu wajar sebagai suatu kebanggaan. Asumsinya dalam proses mendapatkan pinjaman tersebut (dipandang dari sisi yang menerima) atau dalam proses menempatkan dana tersebut (dipandang dari sisi yang memberikan) tidak ada kolusi. Jadi ini jauh dari kesan investasi bodong yang telah banyak memakan korban.
Kalau suatu perusahaan mendapat kepercayaan secara fair dari bank atau dari lembaga investor besar, tentu diharapkan masyarakat banyak akan memberikan kepercayaan pula, baik sebagai konsumen ataupun rekanan. Dengan demkian, laju perkembangan usaha dari perusahaan tersebut akan lebih kencang lagi.Â
Hanya saja perlu kehati-hatian. Sebuah perusahaan yang utangnya terlalu banyak, meski ada nama besar sebagai pengelolanya yang membuat bank atau investor gampang percaya, tetap ada risiko yang mengintai, jika kapasitas maksimal sudah terlampaui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H