Sebetulnya bukan hal yang baru lagi, kalau di mal, di hotel, atau di kantor, banyak ditemui toilet pintar untuk pria (kalau toilet wanita saya takut masuk). Rata-rata untuk buang air kecil, sekarang memakai format berdiri, meski dulu orang tua saya mengajarkan cara yang sopan adalah versi jongkok. Tapi berhubung sekarang sudah tidak ditemukan lagi toilet dengan buang air kecil versi jongkok, bahkan di masjid sekalipun, maka tidak ada pilihan lain, harus berdiri.
Nah, yang saya maksud dengan toilet pintar adalah toilet dengan automatic flusher atau pembilas otomatis. Begitu kita mau menggunakan, sensor akan bekerja mengeluarkan air terlebih dahulu, dan setelah selesai menggunakan, pas beberapa langkah meninggalkan, airnya keluar lagi. Masalahnya adalah, selesai buang air, saat mau cebok, dengan posisi masih di depan toilet, airnya gak bakal keluar. Kita harus pura-pura mau pergi dulu, paling tidak 2 langkah kebelakang, baru maju lagi setelah air keluar otomatis. Cara begini jelas amat tidak praktis, masak mundur 2-3 langkah sambil pegang "burung", terus maju lagi?
Pernah ada teman kantor saya, yang punya "penemuan baru". Ternyata sensor handphone cocok dengan sensor automatic flusher. Jadi, setiap dia selesai buang air kecil, hp-nya digesekkan ke sensor toilet, lalu air langsung mengucur. Di beberapa tempat, teori ini saya coba dan berhasil. Puas dan bangga juga rasanya, meski menimbulkan pandangan yang aneh bagi pengguna toilet lain yang kebetulan melihat adegan tersebut. Tapi akhir-akhir ini, apa karena saya pake hp jadul atau toilet sekarang semakin canggih, teori tersebut tidak manjur lagi.
Minggu lalu, kebetulan saya ikut sebuah pelatihan di Bali, yang pesertanya kebanyakan pejabat perusahaan, baik swasta ataupun BUMN, se-level direktur (beberapa diantaranya adalah CEO alias direktur utama). Hanya saya dan segelitir lainnya yang kroco. Jadi kalau saya menyebut mereka sebagai orang pintar, rasanya tidak berlebihan. Saat coffe break, ramai-ramailah mereka, termasuk saya, ke toilet. Apa yang saya saksikan? Ternyata rata-rata mereka mengambil sehelai tisu dulu, membasahi tisu dengan air dari wastafel, kemudian menggunakan tisu tersebut sehabis buang air kecil, lalu membuang tissue ke tong sampah. Ternyata begitulah cara orang pintar menggunakan toilet pintar. Oh ya, mengenai wastafel, juga perlu hati-hati. banyak yang tidak lagi pake pemutar, tapi secara otomatis air mengucur kalau kita menengadahkan tangan seperti minta "sedekah". Kesal juga kalau tangan sudah ditengadahkan, tapi air gak muncul-muncul, karena sensor yang kurang sensitif.
Itu baru soal buang air kecil. Sebetulnya ada lagi yang mengganggu pikiraran saya, yakni tentang ketidaknyamanan buang air besar di toilet mewah yang tidak menyediakan kran air untuk cebok. Hanya tissue kering doang. Tapi karena saya tidak bisa ngintip apa yang dilakukan oleh "orang pintar" untuk menyiasatinya sewaktu buang air besar, saya gak punya bahan untuk ditulis di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H