Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bedanya Naik Angkot dan Rapat di Kantor

6 Mei 2015   09:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dugaan saya, banyak pembaca kompasiana yang berasal dari kelas menengah, yang sehari-hari jarang naik angkot. Oke, kalau begitu saya perlu menjelaskan konfigurasi mayoritas angkot, paling tidak angkot yang beroperasi di Jakarta, termasuk yang dinamakan mikrolet. Tempat duduk angkot diatur terdiri dari 2 baris panjang, sisi kiri sekaligus sebagai pintu masuk berkapasitas 4 penumpang, dan sisi kanan berkapasitas 6 penumpang. Ada lagi 2 penumpang di kursi depan di sebelah sopir. Di luar penumpang yang duduk di depan, semua penumpang duduk memunggungi kaca jendela mobil. Nah, penumpang angkot yang naik duluan seringkali memilih duduk didekat pintu keluar (untuk sisi kiri) atau bagian yang lebih dekat ke sopir (untuk sisi kanan). Akibatnya, kalau anda datang belakangan, anda harus sedikit capek melangkahi penumpang yang duduk di pinggir agar dapat duduk di bagian belakang. Celakanya, kalau anda turun duluan, maka anda akan melakukan ritual itu lagi, melangkahi penumpang lain agar bisa turun angkot. Terbayang kan betapa melelahkannya, bila penumpang yang dilewati tersebut berbadan gemuk atau memangku anak atau barang bawan yang banyak?

Kenapa bangku di pinggir lebih disukai? Ya, karena kalau mau turun, gampang. Kalau ada copet, atau ada penumpang yang bertingkah mencurigakan seperti mepet-mepet, memukul lutut anda, atau pura-pura muntah untuk mengalihkan perhatian penumpang sebelum melakukan aksi kejahatan, maka penumpang di pinggir bisa langsung loncat. Kalau anda hanya kebagian bangku belakang, sedang wajah-wajah yang bergerombol di pinggir anda curigai berbau kriminal, anda jangan paksakan naik, tunggu angkot berikutnya. Namanya juga ibukota, di mana-mana harus dalam kondisi siaga.

Nah, hubungannya dengan rapat di kantor, apa? Begini, di kantor tempat saya bekerja, sering sekali dilakukan rapat antar divisi, baik dalam format kecil (peserta 10 sampai 20 orang), maupun dalam format besar (peserta bisa sampai 80 orang, karena ada 40-an divisi, dan biasanya masing-masing divisi membawa 2 orang yang terdiri dari pejabat dan staf). Kalau di rapat besar, yang datang duluan cenderung memilih duduk di belakang. Biarkan kursi depan buat yang kehabisan kursi di belakang. Lebih enak di belakang memang. Main gadget tidak kentara. Sambil ngantuk-an juga gak apa apa. Bisik-bisik dengan peserta lain bisa saja. Apalagi kalo rapat berjalan bertele-tele, tanpa keputusan. Satu-satunya keputusan adalah setuju untuk rapat lagi minggu depan.

Sebelum rapat dimulai, sering pemimpin rapat memohon kepada peserta agar mengisi barisan depan duluan, tapi pura-pura gak didengerin. Atau pura-purak bergerak ke depan, eh pindah ke belakang lagi. Bahkan sampai mengisi daftar absen pun, peserta yang duluan datang tidak mau mengisi di kolom sebelah atas. Biasanya yang diisi duluan di nomor urut di atas 10. Nomor kecil 1 digit biar untuk para petinggi, begitu alasannya.

Jadi jelas sudah perbedaan naik angkot dan rapat di kantor. Yang naik angkot duluan pilih bangku di depan, sedang yang hadir rapat duluan pilih bangku belakang. Padahal kalau kita mengkaji idealnya, yang naik angkot duluan harusnya duduk di bangku belakang, dan yang datang duluan di forum rapat duduk di bangku depan. O ya, perilaku pilih di belakang duluan seperti rapat di kantor, juga berlaku pada shalat Jumat. Meski menurut uztad, yang duduk di depan akan dapat "unta" sedang yang duduk di belakang dapat "telor bebek", banyak jamaah yang melepaskan peluang dapat unta.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun