Sebagai putra asli Payakumbuh, Sumatera Barat, tentu saja saya cukup mengenal kota yang dijuluki "kota gelamai" ini. Gelamai adalah makanan kecil khas Payakumbuh, sejenis dodol.
Memang, saya hanya menetap di Payakumbuh sejak lahir hingga berusia 18 tahun. Selanjutnya saya tercatat sebagai penduduk Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat selama sekitar 7 tahun.
Setelah itu, saya menjadi penghuni Jakarta hingga sekarang. Telah lebih tiga dekade saya berdomisili di kota metropolitan yang tidak lama lagi akan kehilangan statusnya sebagai ibu kota negara tersebut.
Namun demikian, saya relatif sering pulang ke Payakumbuh, sehingga perkembangannya dari tahun ke tahun bisa saya ikuti.Â
Saya berani menuliskan bahwa bagi mereka yang ingin menerapkan slow living, pilihan yang tepat untuk wilayah Sumatera Barat adalah di Payakumbuh.
Hal itu bukan karena saya lahir dan besar di sana. Saya telah berkunjung ke semua kota di Sumbar (kecuali kota yang menjadi ibu kota kabupaten Kepulauan Mentawai), dan mencoba menilai secara obyektif.
Bahwa ada yang tidak sependapat dengan tulisan ini, tentu boleh-boleh saja. Namun, sebaiknya berkunjung dulu beberapa hari di Payakumbuh, baru berpendapat setuju atau tidak dengan tulisan ini.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Payakumbuh, ada baiknya diuraikan tentang apa yang dimaksud dengan slow living di sini.
Pada dasarnya, slow living adalah menjalani dan melakukan semua hal yang membuat kita merasa lebih baik. Dengan begitu banyak manfaat yang bisa kita dapat, misalnya merasa lebih bahagia, tidak terlalu stres, dan hidup lebih damai.
Kebahagiaan itu tentu juga tergantung pada pola pikir, bagaimana kita ingin menjalani hidup yang lebih bermakna, dan mencakup pemikiran tentang apa saja yang ingin kita hargai dalam hidup.