Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024, menjadi perhatian tidak hanya bagi warga Jakarta, tapi juga menjadi isu yang panas dalam pentas politik nasional.
Soalnya, siapa yang akan menjadi penguasa di kota yang sebentar lagi akan kehilangan status sebagai Ibu Kota Negara (IKN) itu, tetap punya nilai yang strategis.
Menarik mencermati bagaimana nasib Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan dalam Pilgub mendatang. Anies, menurut sejumlah lembaga survei, menduduki peringkat teratas dari sisi elektabilitas.
Tak heran, awalnya Anies langsung mendapat lampu hijau untuk diusung oleh beberapa partai politik. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Nasdem menyatakan mendukung Anies.
Tapi, memasuki bulan Agustus, terjadi perubahan yang signifikan, ketika ketiga partai di atas meninggalkan Anies, dan memberikan dukungan pada Ridwan Kamil, politisi Partai Golkar yang juga mantan Gubernur Jawa Barat.
Ridwan Kamil diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dimotori Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, dan beberapa partai lain. Dengan bertambahnya 3 partai tersebut, koalisi ini disebut dengan KIM Plus.
PKS bergabung dengan KIM setelah kadernya Suswono yang juga mantan Menteri Pertanian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), disepakati menjadi calon wakil gubernur pendamping Ridwan Kamil.
Sedangkan Nasdem dan PKB ikut bergabung dengan KIM mungkin karena merasa ada "jaminan", bersama koalisi yang sangat gemuk itu akan meraih kemenangan.
Betapa tidak, Ridwan Kamil-Suswono boleh dikatakan tanpa pesaing, karena peluang partai lain yang tersisa, yakni PDIP, sudah tertutup untuk mengusung calonnya (sebelum ada Putusan Mahkamah Konstitusi).
Justru, Ridwan Kamil dikhawatirkan akan melawan kotak kosong, bila menjadi calon tunggal. Tentu, akan sangat memalukan jika KIM Plus ditundukkan oleh kotak kosong.Â