Tulisan ini ditulis ketika pasangan ganda putra Indonesia Fajar dan Rian, baru saja dihempaskan pasangan Tiongkok di Olimpiade Paris 2024, pada Kamis (1/8/2024) malam waktu Indonesia.
Padahal Fajar-Rian adalah andalan Indonesia untuk mempertahankan tradisi emas di setiap gelaran Olimpiade. Ya, sejak Olimpiade Barcelona 1992, bulu tangkis selalu mempersembahkan medali emas (kecuali Olimpiade London 2012 dapat perak).
Tapi, pada Olimpiade kali ini tim bulu tangkis kita boleh dikatakan hancur lebur. Sebelum kegagalan nomor ganda putra, nomor ganda putri, ganda campuran dan tinggal putra telah lebih dahulu kandas.
Selain pasangan Fajar Rian, publik bulu tangkis kita sebelumnya menaruh harapan besar pada dua pemain tunggal putra yang sudah malang melintang dengan pencapaian yang lumayan, yakni Jonatan Cristie dan Anthony Ginting.
Memang, masih ada satu wakil yang tersisa di nomor tunggal putri atas nama Gregoria Mariska Tunjung. Pemain ini ulet dan emosinya relatif terkendali.
Terlepas dari apapun hasil yang ditorehkan Gregoria, tentu kita sangat berharap meraih medali emas, jelas seluruh insan bulu tangkis Indonesia perlu berbenah.
Jika bicara realistis, peluang Gregoria tidak terlalu besar. Ia belum pernah juara di turnamen besar, baru pernah sekali juara di Japan Masters tahun lalu, sebuah turnamen berkategori Super 500 (bandingkan dengan Indonesia Open yang masuk Super 1.000).
Gregoria pada hari ini, Jumat dinihari (2/8/2024) di Indonesia (Kamis malam di Prancis) berhadapan dengan pemain Korea Selatan Kim Ga-eun, di babak 16 besar.
Hasilnya, alhamdulillah, Gregoria memang dalam 3 set. Pada set terakhir, para penonton Indonesia dibuat sport jantung dengan ketatnya kejar mengejar angka. Akhirnya, Gregoria memang 23-21.
Yang jelas, predikat Indonesia sebagai negara bulu tangkis sudah luntur. Â Bahwa pelatih bulu tangkis asal Indonesia laris di negara lain, malah menjadi bumerang bagi prestasi atlet bulu tangkis kita.