Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Aneka Tambang (Antam) lagi disorot karena kasus emas palsu. Begitulah yang diberitakan oleh media massa.
Jumlahnya pun tidak main-main, yakni 109 ton. Kasusnya telah berakumulasi sejak tahun 2010. Makanya, jumlah yang dipalsukan demikian banyak.
Terlepas dari soal proses hukum yang harus dihadapi oleh pejabat di PT Antam yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, masyarakat tentu punya kekhawatiran tersendiri.
Masyarakat, khususnya yang membeli emas sejak tahun 2010 hingga 2021 dan sekarang masih menyimpannya, mungkin akan resah. Jangan-jangan emas yang disimpannya itu palsu.
Emas sudah sejak zaman dahulu kala menjadi cara yang lazim dalam berinvestasi bagi masyarakat banyak, baik mereka yang tinggal di kota, maupun di desa.
Dengan membeli emas, tidak hanya menyelamatkan uang dari inflasi, bahkan bisa menguntungkan seiring dengan kenaikan harga emas dalam jangka panjang.
Jelas, betapa besar kerugian para penyimpan emas sekiranya mereka terlanjur memiliki emas palsu. Ini ibarat seseorang yang terjebak dalam investasi bodong.
Barangkali karena menyadari istilah emas palsu bisa disalahartikan, akhirnya dalam pemberitaan berikutnya, sesuai keterangan yang diberikat pihak terkait, kasus itu disebut sebagai emas ilegal.
Jadi, kalaupun ada yang dipalsukan, itu menyangkut stempelnya, bukan emasnya. Atau, stempelnya pun boleh dikatakan asli, tapi disalahgunakan untuk barang yang tidak berhak distempel.
Kompas.com (3/6/2024) menuliskan penegasan Kejaksaan Agung yang menyebutkan 109 ton emas yang beredar terkait tata kelola komoditas emas PT Antam periode 2010-2021 adalah asli.