Di Singapura, bila kita makan di foodcourt yang ada di mal-mal, lazim melihat pelayan lanjut usia (lansia, berusia di atas 60 tahun) yang bekerja dengan gaya lamban, sesuai dengan usianya.
Melihat kondisi pelayan lansia itu, ada pelanggan yang merasa kasihan dan mempertanyakan kenapa kok lansia yang dipekerjakan. Apa demikian sulit mencari pekerja yang masih berusia produktif.
Padahal, mempekerjakan lansia sudah menjadi kebijakan pemerintah Singapura yang telah diterapkan sejak belasan tahun yang lalu.
Tidak hanya menjadi pekerja di restoran, tapi juga lumayan banyak lansia di Singapura menjadi petugas kebersihan yang lebih menguras tenaga.
Usia pensiun di Singapura adalah 63 tahun. Namun, setelah usia tersebut dibolehkan untuk tetap bekerja dengan status pekerja paruh waktu.
Kebijakan tersebut merupakan ide founding father Republik Singapura, Lee Kuan Yew. Tujuannya, agar lansia tetap bugar. Pekerja lansia ini sifatnya sukarela dan jam kerjanya lebih sedikit.
Bukankah kita sering melihat lansia yang cepat pikun bila tak punya kegiatan sehati-hari? Enaknya hidup tanpa bekerja itu paling lama hanya satu bulan.
Setelah itu, mereka yang banyak waktu luang, tapi tak tahu akan melakukan apa, menjadi bosan. Ketika itulah proses kepikunan akan semakin cepat datangnya.
Jadi, kalau kita ke Singapura dan melihat pekerja lansia melayani makanan yang kita pesan dengan gerakan yang lamban, mohon dimaklumi.Â
Mereka bukan mencari uang untuk makan, karena uang pensiun yang mereka terima relatif cukup untuk menutupi kebutuhan hariannya.