Tanpa terasa sekarang sudah memasuki bulan Maret. Artinya, deadline untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahun 2023 wajib pajak orang pribadi, tinggal sekitar 20 hari.
Sebagai bagian dari pelayanan pajak, dalam seminggu terakhir ini pihak Direktorat Jenderal Pajak sudah mengirim pesan singkat ke banyak wajib pajak, tentang kewajiban pelaporan SPT tersebut.
Jika sampai 31 Maret seorang wajib pajak masih belum melaporkan, maka akan ada pengenaan denda atas keterlambatan pelaporan SPT itu.
Nah, sampai sekarang mungkin masih ada kesalahpahaman dari para karyawan, terutama karyawan di perusahaan swasta yang skala usahanya belum terlalu besar.
Kalau pegawai negeri sipil dan karyawan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), biasanya sudah diingatkan oleh bagian yang mengurus penggajian, agar semua karyawannya jangan telat melapor SPT.
Kesalahpahaman dimaksud adalah terkait masih adanya anggapan bahwa jika setiap menerima gaji bulanan telah dipotong pajak oleh perusahaan, tak perlu lagi melaporkan SPT tahunan.
Padahal, ada yang namanya SPT Nihil, yakni SPT yang tidak diiringi dengan pembayaran pajak, karena sudah dipotong dan disetorkan oleh pihak perusahaan tempat karyawan bekerja.
Adapun bagi seseorang yang mendapatkan gaji dari 2 pekerjaan, ada kemungkinan laporannya bukan SPT Nihil, melainkan ada kekurangan pajak yang harus disetor.
Contohnya, ada staf di sebuah perusahaan yang juga menjadi dosen tidak tetap di sebuah perguruan tinggi. Setiap menerima gaji atau honor di dua tempat itu sudah dipotong pajak.
Tapi, karena tarif pajak penghasilan di negara kita menganut pajak progresif, maka jika bukti pemotongan pajak dari kedua pemberi kerja itu digabung, akan terjadi kekurangan bayar.