Kedua, penghasilannya tergolong lumayan, makanya mereka sudah punya rumah yang standar dan kendaraan roda empat meskipun jenis "sejuta umat".
Bahwa penghasilan yang lumayan itu banyak yang terpotong untuk cicilan kredit rumah dan mobil, itu tidak mengurangi statusnya sebagai kelas menengah.
Ketiga, pengetahuannya relatif luas. Latar belakang pendidikannya rata-rata minimal lulus sarjana strata 1. Jadi, dalam rapat-rapat di tingkat RT atau masjid, saran mereka didengarkan.
Kalaupun mereka bukan sarjana, mereka punya kemauan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan secara otodidak.
Keempat, secara umum mereka dipandang sebagai orang yang relatif sukses oleh masyarakat di lingkungan terdekatnya.
Sekarang, kita lanjutkan dengan melihat dari sisi sebaliknya. Kenapa status kelas menengah bisa menjadi beban.
Pertama, beban yang terkait dengan penampilan fisik yang perlu dijaga. Tentu, penampilan yang terjaga membutuhkan pengeluaran ekstra.
Kedua, beban karena relatif sering didatangi seseorang yang minta sumbangan, termasuk dimintai bantuan oleh famili, kerabat, dan teman yang sedang membutuhkan uang.
Ketiga, godaan konsumtif yang susah dilawan, jika punya dana lebih. Ingin mengganti kendaraan dengan yang lebih baik, mengganti telpon genggam, dan sebagainya.
Keempat, beban pertanggungjawaban di akhirat atas harta yang diperoleh, apakah digunakan dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama atau tidak.Â
Kalau dipikir dengan matang, menjadi kelas menengah dengan segala suka dukanya, wajib disyukuri. Manusia wajib berusaha secara maksimal, namun apapun hasilnya harus disyukuri.