Debat antar capres dan juga antar cawapres menjadi perbincangan hangat di media sosial. Tentu, masing-masing orang punya penilaian tersendiri atas penampilan jagoannya.
Debat perdana telah berlangsung pada tanggal 12 Desember 2023, yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat di berbagai belahan tanah air.
Hal ini terbukti dari ramainya komentar di media sosial, juga ramainya acara nonton bareng, karena banyak stasiun televisi nasional yang menyiarkan secara langsung.
Berbeda dengan debat pertama yang mempertemukan antar capres, pada debat kedua yang dijadwalkan tanggal 22 Desember 2023, para cawapreslah yang akan saling debat.
Dengan demikian, bagaimana kemampuan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, dalam bersilat lidah, akan ketahuan.
Meskipun begitu, masyarakat perlu berhati-hati. Bahwa seorang pemimpin sebaiknya kompeten dalam berkomunikasi, itu suatu hal yang tak terbantahkan.
Namun, jago dalam komunikasi saja tidak cukup. Pada akhirnya, kemampuan dalam bekerja, dalam mengeksekusi semua gagasannya dalam kampanye, menjadi lebih penting.
Wawancara kompetensi yang lazim dilakukan para head hunter, dalam rangka menemukan orang yang paling cocok mengisi jabatan tertentu di sebuah perusahaan, bisa menjadi acuan dalam debat capres.
Dalam versi wawancara kompetensi, pertanyaan pengandaian seperti ini: "Apa yang Anda lakukan seandainya Anda terpilih jadi direktur," tak akan ditanyakan oleh head hunter itu.
Demikian pula pertanyaan: "Seandainya Anda menghadapi kondisi bla...bla....bla...., tindakan apa yang akan Anda ambil," juga tidak akan muncul, karena itu tadi, sifatnya pengandaian.
Sebagus apapun jawabannya, toh, tidak bisa dianggap kompeten, karena semuanya serba berandai-andai dan tidak ada buktinya yang bisa dipertanggungjawabkan.
Maka, pertanyaan favorit para head hunter adalah, "Ceritakan pengalaman Anda selama bekerja dalam beberapa tahun terakhir ini, yang paling berkesan bagi Anda."
Tujuannya adalah untuk mengetahui apa saja prestasi yang telah ditorehkan si calon selama ini sebagai seorang profesional.Â
Itu pun tidak semua yang diklaim sebagai prestasi bisa diterima begitu saja oleh si pewawancara. Prestasi yang dicari adalah yang dihasilkan dari komptensi pribadi si calon.
Misalnya si calon menceritakan kesuksesannya sewaktu memimpin sebuah perusahaan, berhasil meraih keuntungan jauh melewati target.
Namun, setelah dikejar bagaimana cara mencari keuntungan besar itu, ternyata itu semacam windfall profit karena pelemahan rupiah yang signifikan. Maka, ini bukan karena kehebatan si calon.
Kembali ke debat capres-cawapres, untuk Pilpres mendatang petahana tidak ikut bertarung. Presiden Joko Widodo sudah tidak dibolehkan untuk mencalonkan diri lagi.
Artinya, dari semua kontestan yang ada, tidak satupun kontestan yang punya pengalaman sebagai presiden.
Tapi, dengan melihat rekam jejak semua kontenstan pada jabatan yang telah diembannya selama ini, bisa diprediksi akan seperti apa kira-kira bila nantinya menjadi presiden.
Maka, agar para pemilih tidak tergiur dengan janji-janji kampanye, lebih baik fokus mencermati bukti prestasi yang telah dihasilkan oleh para capres selama ini.
Itu artinya, prestasi Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan, dan Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah, menjadi penentu.
Memang, bagi mereka yang sudah punya pilihan, debat mungkin hanya sebatas hiburan, atau untuk memperkuat keyakinan bahwa pilihannya sudah tepat.
Namun, mungkin ada pula yang mengubah pilihan setelah menonton debat, tapi jumlahnya relatif kecil
Nah, bagi undecided voter, acara debat capres-cawapres diharapkan menjadi panduan dalam menemukan pilihan yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H