Ada banyak faktor yang membuat nilai mata uang rupiah semakin melemah bila dibandingkan dengan sejumlah mata uang asing, khususnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Secara teoritis, jika rupiah melemah terhadap dolar AS, bisa kerena permintaan terhadap dolar meningkat, seiring dengan meningkatnya suku bunga di negara Paman Sam itu.Â
Bahkan, bisa dikatakan terjadi capital outflow, di mana investasi warga asing di Indonesia dalam surat berharga seperti saham dan obligasi mengalami penurunan tajam.
Artinya, mereka melakuan aksi jual, dan dengan hasil penjualan itu digunakan untul membeli instrumen keuangan di pasar modal AS.
Faktor global lain yang juga bersifat uncontrollable adalah terjadinya perang di Ukraina dan sekarang juga di Gaza (Palestina). Ini secara tak langsung juga berimbas pada nilai rupiah.
Tapi, barangkali tak banyak yang menyadari, tingkah laku masyarakat Indonesia sendiri juga bisa membuat kondisi rupiah semakin terpuruk.
Pertama, jika masyarakat lebih banyak membeli produk impor, ini akan mendorong importir memasukkan barang lebih banyak lagi.
Untuk itu, para importir harus mengkonversi rupiahnya menjadi dolar agar bisa membeli barang dari luar negeri. Ini membuktikan bahwa permintaan terhadap dolar melonjak.
Kedua, kalau banyak WNI yang berwisata ke luar negeri. Hal ini juga sama mekanismenya, yakni WNI tersebut perlu menjual rupiah untuk membeli valuta asing.
Bukankah saat berbelanja atau membayar apapun di negara tujuan, kita harus menggunakan mata uang yang berlaku di negara itu?