Bahkan, bagi si pelaku yang berpergian dalam satu grup, terkadang mereka berbagi tugas, sehingga jelas siapa yang "nyolong" kue apa.Â
Nanti, saat mereka jalan-jalan dan kelaparan, mereka pun menggelar hasil colongannya dengan ekspresi penuh kebanggaan, seakan-akan hal itu sebuah prestasi.
Kebetulan, sekitar dari tahun 2000 hingga 2018, saya sering berkunjung ke berbagai kota di dalam negeri (sesekali juga ke luar negeri), dalam rangka melaksanakan tugas di sebuah perusahaan.
Tentu saja, di kota-kota tersebut saya mendapat jatah atas nama biaya dinas untuk menginap di hotel yang representatif.Â
Nah, ketika sarapan di berbagai hotel berbintang itu, diam-diam saya sering menyaksikan tingkah para tamu. Makanya saya menyimpulkan sering terjadinya dua hal di atas.
Selain itu, untuk masalah makanan yang sengaja tak dihabiskan, sering pula saya lihat di acara resepsi pernikahan.
Ironis sekali rasanya, tamu yang datang belakangan tidak kebagian makanan, sementara di piring kotor terlihat banyak makanan bersisa.
Hanya saja, kalau di acara resepsi pernikahan, saya jarang yang melihat tamu yang berani mengambil makanan untuk dibawa pulang, mungkin malu terlihat sama tamu lain yang lagi antre.
Nafsu makan memang dipunyai oleh semua manusia, tapi nafsu makan perlu dikendalikan. Ini tidak saja berhubungan dengan etika sosial, tapi juga demi kesehatan secara pribadi.
Makan secara berlebihan sama saja dengan mengundang datangnya penyakit ke dalam tubuh.
Jadi, orang yang rakus dengan makanan boleh dikatakan sebagai berbuat dosa terhadap perutnya sendiri tanpa disadarinya.