Ada seorang pedagang nasi uduk yang setiap pagi mangkal di trotoar yang berada di depan sebuah kantor cabang bank di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Sebagai warga Tebet, saya malah terlambat mengetahui bahwa nasi uduk tersebut punya pelanggan yang banyak, bahkan ada yang sengaja datang dari jauh.
Itulah yang dilakukan teman saya, seorang warga Bekasi Timur, sekitar 23 kilometer dari tempat si pedagang nasi uduk di atas mangkal.
Ceritanya, suatu pagi muncul foto teman saya itu di sebuah grup percakapan media sosial. Rupanya teman ini lagi antre membeli nasi uduk tersebut.Â
Ketika itu sekitar pukul 08.00 pagi. Si teman ini menulis: "Inilah nasi uduk yang anterannya panjang. Harga kaki lima, rasa bintang lima".
Teman ini juga menambahkan keterangan bahwa lokasinya adalah di depan sebuah bank di Tebet, tak jauh dari rumah saya.
Sungguh, saya sering melewati bank yang ada dalam foto teman saya itu dan tidak tahu ada pedagang nasi uduk di depannya.
Kebetulan, saya juga cukup sering makan nasi uduk. Tapi, saya membelinya sekitar pukul 09.00 hingga 10.00 di depan pasar tradisional yang juga dekat dari bank di atas.
Nah, gara-gara postingan itu, saya langsung menghubungi teman itu tadi. Saya bertanya, kenapa saya tidak pernah melihat pedagang nasi uduk di depan bank tersebut.
Ternyata, karena pembelinya banyak, setiap pagi rata-rata pada pukul 09.00 nasi uduk yang di depan kantor bank itu sudah habis.