Berita tentang sepinya Pasar Tanah Abang karena diduga kalah bersaing dengan para artis yang berjualan secara live di aplikasi media sosial tertentu, mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Pemerintah akhirnya menata ulang pengaturan yang terkait dengan perdagangan elektronik, yang harus dilakukan secara terpisah dari fungsi media sosial.
Sebetulnya, pedagang di Tanah Abang juga sudah mencoba berjualan secara online, bahkan ikut-ikutan melakukan siaran live di media sosial.
Tapi, bersaing dengan para artis kondang yang pengikutnya jutaan orang itu, tentu saja sangat berat bagi para pedagang.
Tak hanya itu, para pedagang beneran itu takluk karena harga jual melalui media sosial itu sangat murah, terkesan tidak masuk akal, yang disebut sebagai strategi predatory pricing.
Predatory pricing adalah strategi penetapan harga jual produk atau jasa yang sangat murah, jauh di bawah biaya produksinya, yang sengaja dilakukan oleh sebuah perusahaan atau pelaku usaha.
Strategi yang disebut juga "bakar uang" di atas makin marak setelah menjamurnya penjualan melalui aplikasi media sosial dan melalui marketplace.
Tujuannya untuk memukul para pesaing. Setelah para pesaing tersungkur, kemudian harga akan dinaikkan menjadi harga normal.
Bahkan, harga bisa naik tajam ketika akhirnya hanya tinggal satu perusahaan saja yang menjual, sehingga akan memonopoli pasar.
Konsumen yang awalnya sangat diuntungkan, pada akhirnya akan dirugikan. Jadi, jangan mengira hanya pelaku UMKM yang dirugikan.