Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dia Bilang Saya Makin Buncit, Tak Sadar Dia Juga Sama

22 Februari 2024   05:40 Diperbarui: 22 Februari 2024   05:47 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perut buncit|dok. () dimuat Kompas.com

Bahwa saya punya perut yang maju, harus saya akui sebagai sesuatu yang tidak terbantahkan. Usaha saya untuk mengurangi "kemajuan" itu, belum membuahkan hasil yang memuaskan.

Ya, kalau menggunakan istilah sehari-hari, saya disebut sebagai lelaki dengan perut buncit. Hal yang tidak saya inginkan, tapi harus saya terima sebagai kenyataan.

Dengan berat ideal maksimal 70 kilogram, saya malah stabil di angka 78-79 kilogram, tentu saya perlu lebih giat lagi berolahraga sambil mengurangi porsi makanan. 

Bagi pembaca yang ingin memperoleh tips bagaimana mengecilkan perut, dengan berat hati saya minta maaf, Anda tidak akan mendapatkannya di tulisan ini.

Tapi, bagaimana caranya agar Anda yang senasib dengan saya bisa tenang menghadapi komentar orang lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, ada baiknya membaca pengalaman saya ini.

Saya sudah kenyang menerima komentar "kok makin gemuk aja?" dari teman-teman. Bahkan, sebagian komentar sudah bernada bullying.

Kalimat "kok makin gemuk aja" jelas berarti bertambah gemuk. Faktanya, seperti saya tulis di atas berat saya stabil di 78-79 kilogram. Stabil gemuk, tapi bukan bertambah gemuk.

Alhamdulillah, saya tidak merasa insecure gara-gara komentar tersebut dan saya tidak perlu membantahnya. Percuma juga dibantah, karena persepsi orang lain itu berada di luar kendali saya.

Saya pun sebetulnya menilai orang yang berkomentar itu tubuhnya juga gendut, tapi saya tidak akan membalas dengan bertanya balik kok dia makin gendut.

Jika saya membalas komentar, biasanya saya mengatakan: "Begitulah manusia ini tak ada yang sempurna, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan saya kebetulan di perut".

Kalau saya lagi malas membalas dengan kata-kata, ya cukup saya senyumin saja. Ini senyum sebenarnya, bukan senyum kecut.

Yang penting kita (maksudnya saya dan orang lain yang senasib) jangan kena mental hanya gegara dikomentari orang lain yang notabene adalah sahabat atau bahkan saudara kita sendiri.

Memang, tak sedikit orang yang tak kuat menerima ocehan orang lain yang bersifat body shaming atau mengomentari fisik orang lain dengan cara atau makna yang negatif.

Mereka yang tak kuat mental itu malah sengaja mengurangi pertemuan dengan teman-teman atau dengan kerabatnya.

Padahal, terlepas dari komentar negatif yang terkadang menyakitkan hati itu, bersosialisasi dengan orang lain sangatlah penting. Kata orang, bersilaturahmi itu memperpanjang umur.

Makanya, saya tak mau mengurangi agenda kumpul-kumpul dengan sahabat. Komentar negatif orang lain saya tanggapi dengan memaknainya sebagai lambang keakraban.

Namun, tentu saja saya tetap berusaha untuk menurunkan berat badan dan saya optimis akan datang waktunya berat saya makin turun.

Insya Allah, suatu saat saya ingin dapat komentar seperti ini: "Wow, udah mulai kurusan ya, bagi dong apa resepnya?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun