Di luar area itu, sangat berciri desa karena sedikitnya bangunan dan lebih banyak sawah, kebun, dan kolam ikan tradisional (empang).
Sekarang, hingga radius 7 kilometer dari pusat kota sudah penuh dengan bangunan, baik kantor, rumah, toko, kafe, dan sebagainya.
Jalan yang dulu kebanyakan masih tanah dan tanpa nama jalan, sekarang semuanya diaspal dan ada papan nama jalan yang dipasang di pangkal dan ujung jalan.
Kalau saya pulang ke Payakumbuh, saya tinggal di rumah kakak saya di Kelurahan Tanjung Gadang, sekitar 3 kilometer dari pusat kota.
Rumah kakak saya itu relatif tidak jauh dari SD saya dulu. Tapi, tentu saja suasana dulu dan sekarang sudah berbeda jauh sekali.
Saya mencoba melacak teman-teman SD saya yang merupakan warga asli Tanjung Gadang, ternyata hanya 1 orang yang berhasil saya temui.
Dari satu orang itulah saya dapat cerita bahwa penduduk asli Tanjung Gadang sekarang jadi minoritas dan seakan tersisihkan di lingkungannya sendiri.
Kakak saya pun dianggap sebagai pendatang, karena orang tua kami dulunya tinggal di Kelurahan Padang Tangah, 1 kilometer dari pusat kota.
Ya, itulah salah satu konsekuensi desa yang mengkota, yakni orang asli makin terdesak, atau makin tersingkir lebih jauh lagi.
Namun demikian, tentu juga ada warga desa yang merantau dan menjadi orang kota, dan hanya sesekali saja pulang ke kampungnya.