Salah satu "jualan" pasangan capres-cawapres adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang banyak, agar jutaan pengangguran bisa terserap di pasar kerja.
Bukan hanya capres-cawapres, di skala daerah, calon gubernur, bupati dan wali kota pun memakai taktik yang sama, yakni menjanjikan akan membuka lapangan kerja baru.
Saat kampanye, tidak perlu kaget bila terdengar janji-janji manis yang membuat para pencari kerja berbunga-bunga, seolah-olah pekerjaan yang diidamkan sudah di depan mata.
Berbagai program pembangunan akan melahirkan sejumlah industri baru yang membutuhkan para pekerja yang tidak sedikit.
Demikian pula program di bidang pertanian, pariwisata dan ekonomi kreatif, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya, katanya akan menyerap warga lokal yang menganggur.
Namun, tidak perlu pula heran bila setelah seseorang terpilih menjadi presiden atau kepala daerah, lapangan pekerjaan yang bertambah mungkin tidak sebanyak yang dijanjikan.
Bagi mereka yang tengah berjuang berburu pekerjaan, sebaiknya memang tidak langsung tergiur dengan janji-janji kampanye.
Bukan apa-apa, jika seseorang terlalu banyak berharap, takut nantinya bikin jatuh mental bila kenyataannya tak sesuai harapan.
Jadi, demi amannya, anggap saja janji-janji kampanye itu sekadar penambah bahan obrolan ketika kumpul-kumpul dengan sesama pejuang pencari kerja.
Maka, ada atau tidak ada pilpres atau pilkada, tetaplah gigih berupaya meningkatkan kompetensi, agar sewaktu-waktu ada peluang dan dipanggil untuk ikut seleksi, bisa lolos.