Berdasarkan pengakuan guru tersebut kepada Afri Effendi (Kadis Pendidikan) ternyata si guru telah memarahi murid dengan memukul pakai rol (penggaris).
Setelah pecah emosi anak, si guru langsung mengambil video. Kemudian si murid berupaya merebut hape gurunya karena tidak suka divideokan (Detik.com, 19/7/2023).
Okelah, di satu sisi si guru memang bersalah, meskipun jika memakai kacamata di era dulu, guru memukul pakai penggaris sesuatu yang biasa saja.
Namun, harus diakui, di zaman semua orang sadar dengan hak asasi manusia, tindakan hukuman fisik tak lagi cocok diterapkan di sekolah.
Terhadap kesalahan guru, Afri mengatakan akan ada evaluasi karena statusnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hanya saja, apapun latar belakangnya, seorang murid SD membentak gurunya, berkata kasar dan membanting pintu kelas, mencerminkan tidak beresnya kelola emosi anak.
Sepertinya nilai-nilai kepantasan tingkah laku anak, sudah bergeser jauh menjadi relatif bebas, sesuka hati si anak.
Apa yang dulu disebut sebagai budi pekerti, sopan santun, unggah ungguh, atau dalam perspektif agama disebut dengan akhlak, sudah tidak lagi dipentingkan dalam pendidikan kita.
Yang dimaksud dunia pendidikan di atas adalah pendidikan dalam arti luas, termasuk juga di rumah tangga dan lingkungan terdekatnya.
Sebelum kasus murid bentak guru, juga viral kisah seorang anak membakar sekolahnya sendiri.
Kasus tersebut terjadi di SMP 2 Pringsutat, Temanggung, Jawa Tengah. Penyebabnya, karena si anak mengaku sakit hati di-bully oleh teman dan gurunya.