Sepak bola di masa sekarang ternyata bukan lagi sekadar olahraga, tapi telah berkembang pesat sekali sebagai suatu industri yang nilai bisnisnya sangat besar.
Jangan heran kalau berbagai klub sepak bola profesional di Eropa telah diakuisisi oleh orang superkaya dari luar Eropa, termasuk crazy rich dari Timur Tengah.
Kabar terbaru, klub Manchester United segara dikuasai oleh Seikh Jassim bin Hamad al-Thani dari Qatar dengan nilai sekitar Rp 116,08 triliun (Kompas, 24/8/2023).
Tentu, klub-klub kaya raya itu gampang saja merogoh keceknya dalam-dalam, untuk membeli pemain mahabintang dengan harga yang sangat mahal.
Nah, melihat fenomena seperti itu, regulasi dalam sepak bola perlu juga mengatur soal keuangan klub, jangan hanya mengatur ketentuan dalam pertandingan sepak bola.
Regulasi di bidang keuangan klub di Eropa telah membawa korban, antara lain klub Manchester United dan Barcelona dikenakan denda, yang jika dirupiahkan, besarnya miliaran rupiah.
Baru-baru ini klub Juventus, nama besar dalam sepak bola Italia, diberitakan terlibat dalam skandal laporan keuangan palsu, yang berakibatkan hukuman pengurangan 10 poin.
Hal itu terungkap setelah dilakukannya investigasi selama satu tahun, seperti yang ditulis dalam Tajuk Rencana Kompas (25/5/2023).
Hukuman tersebut menjadi penegas bahwa sportivitas dan keadilan harus ditegakkan tidak saja di lapangan hijau, tapi juga di luar lapangan.
Maksudnya, tidak ada tempat lagi bagi klub-klub di Eropa untuk melakukan kecurangan. Mentang-mentang kaya bukan berarti akan mendapat keistimewaan.