Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo yang berlangsung pada Sabtu (18/3/2022) di Istana Merdeka, tak bisa dianggap sebagai pertemuan silaturahmi biasa.
Joko Widodo memang menyandang status sebagai Presiden RI. Tapi, bila pertemuan itu diartikan sebagai pertemuan seorang ketua umum partai dengan kadernya, posisi Megawati lebih tinggi.
Soalnya, Megawati seperti diketahui adalah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang nota bene adalah partai terbesar di Indonesia saat ini.
Adapun Joko Widodo "hanya" seorang kader PDIP, meskipun bisa disebut sebagai kader yang paling cemerlang.
Bagaimana tidak cemerlang, Joko Widodo terpilih menjadi Presiden selama 2 periode, pertanda disukai oleh mayoritas masyarakat, termasuk disukai oleh kelompok yang bukan pemilih PDIP.
Artinya, dipandang dari satu sisi, Jokowi lebih besar dari pada PDIP. Tapi, dipandang dari sisi lain, Jokowi hanya bagian dari PDIP.
Oke, tak perlu dipermasalahkan mana yang lebih kuat atau mana yang lebih besar, Jokowi atau PDIP.Â
Yang jelas, dalam pertemuan Megawati-Jokowi tersebut, terungkap bahwa salah satu topik yang dibahas adalah tentang capres yang akan diusung PDIP.
Memang, siapa capresnya belum diumumkan. Tapi, dengan pertemuan itu, secara implisit bisa diartikan Megawati merasa perlu mendapat masukan dari Jokowi, siapa capres yang tepat.
Padahal, dalam ketentuan di PDIP sudah tegas, Megawati punya hak prerogatif dalam menetapkan capres-cawapres yang akan diusung dari PDIP.