Bahkan, seperti sebuah euforia bila melihat bagaimana sebagian masyarakat mengelu-elukan Ganjar, termasuk bila Ganjar lagi berkunjung ke luar Jawa Tengah.
Artinya, Ganjar diakui keberhasilannya bukan oleh warga Jawa Tengah saja, tapi juga diakui masyarakat di berbagai penjuru tanah air.
Tapi, kondisinya jadi berbalik setelah Ganjar Pranowo mendapat teguran dari DPP PDIP.
Kalau tidak keliru, teguran tesebut sebagai buntut dari pernyataan Ganjar "siap nyapres" yang dipublikasikan oleh media massa.
Padahal, sebagai kader PDIP, Ganjar seharusnya tahu bahwa soal siapa capres yang akan diusung oleh PDIP, sepenuhnya menjadi hak prerogatif ketua umum, Megawati Soekarnoputri.
Kebetulan pula, sebelum itu kader PDIP seperti terbelah antara yang pro Puan Maharani dan yang pro Ganjar Pranowo.
Saking tajamnya pembelahan itu, sampai memunculkan istilah "Dewan Kolonel" bagi elit PDIP yang pro Puan.
Kemudian, di tingkat relawan pendukung Ganjar, dibalas dengan penyebutan "Dewan Kopral".
Nah, setelah mendapat teguran itulah, antusiasme Ganjar pun terlihat melorot. Paling tidak, tidak lagi menggebu-gebu seperti sebelumnya.
Di lain pihak, "endorse" dari Presiden Joko Widodo bahwa si rambut putih sebagai sosok yang layak menggantikan beliau, sekarang pun seperti kehilangan momentum.
Publik tentu gampang menafsirkan bahwa si rambut putih itu adalah Ganjar Pranowo.